Kitab
Suci menampilkan banyak tokoh suci atau orang-orang suci. Kesucian mereka
teruji di hadapan Allah yang memanggil dan mengutus mereka. Kesucian ini timbul
dari dalam hati mereka sendiri demi Allah yang mereka sembah dan layani. Ketahuilah,
mereka-mereka yang suci ini takut Akan Allah! Ketakutan suci akan Allah
berkaitan erat dengan “waktu rahmat” dan “hari penyelamatan” Allah (2Kor. 6.2),
bahwa pada saat Tuhan datang Ia akan dimuliakan di antara orang kudusNya (KGK.
1041). Bisa dimengerti mengapa orang-orang kuduslah yang diperbolehkan
memuliakan Allah.
Contoh tokoh-tokoh
suci itu adalah Abraham, Yusuf, Musa, Samuel, Salomo, Obaja, Ayub, Zakharia,
dst. Coba perhatikan dan teliti kisah hidup mereka masing-masing! Kepada bangsa
Israel, umat pilihan, Allah berulang-ulang kali menyerukan dan mengingatkan
mereka untuk takut akan Dia, sebab Dia adalah kudus dan Dialah yang memanggil
umat pilihan itu untuk dibebaskan dari perbudakan dosa. Allah menyerukan itu
melalui utusan-utusanNya sendiri. Dan kalau Ia terus-menerus mengulangi hal
yang sama, hal itu adalah penting dan sangat mendesak! Pemazmur juga senantiasa
menyerukan ketakutan suci ini, yaitu takut akan Allah.
PL: Apa artinya takut akan Allah?
Dalam
Perjanjian Lama, takut akan Allah berarti rasa keagamaan yang mendalam dan rasa
kehormatan sebagai anak, yang mencakup sikap yang benar terhadap Allah.
Ketakutan ini bukan seperti perasaan takut yang ada dalam diri seorang budak
terhadap tuannya, bukan pula seperti seseorang yang takut akan kegelapan dunia,
atau seorang bawahan takut kepada atasannya, atau juga seorang yang takut mati.
Ini murni timbul dari dalam diri seseorang karena pertama-tama Allah adalah
kudus!
Allah
berfirman kepada Musa: “Bebicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan
kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus” (Im. 19:2). Allah
menghendaki supaya bangsa itu kudus, maka Ia memanggil dengan perantaraan Musa
dan para nabiNya (kemudian) supaya mereka mengejar kekudusan. Ingat, manusia
diciptakan secitra dengan Allah, dan karena itu ia mengambil bagian dalam
kekudusan Allah. Maka, untuk menjadi kudus, orang wajib takut akan Allah yang
kudus itu. Bukan takut karena bersalah (berdosa) lalu dihukum, tapi lebih-lebih
karena merupakan ekspresi religiusitas yang tinggi atau luapan batin yang tunduk
dan taat pada Allah. Ternyata takut ini demi Allah yang kudus dan demi kekudusan
diri sendiri.
PB: Yesus bilang apa tentang hati?
Sabda bahagia
keenam yang diungkapkan Yesus saat berkhotbah di bukit, bunyinya begini:
“Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah” (Mat.
5:8). Kesucian hati melahirkan rasa takut akan Allah, sehingga hati senantiasa wajib
dibersihkan, dijauhkan dari kemunafikan – kebencian – iri/dengki, lalu diisi
dengan Allah dan diarahkan sepenuhnya kepadaNya, supaya terpenuhilah sabda
bahagia itu – “melihat Allah” (yaitu masuk dalam kegembiraan dan perhentian
Allah – KGK 1720). Inilah hati yang murni, dimana mereka yang memilikinya sudah
menyesuaikan pikiran dan kehendaknya dengan tuntutan kekudusan Allah (cinta
kasih kristiani, kemurnian atau sikap tak bercela di bidang seks, dan cinta
kepada kebenaran atau kepatuhan kepada agama) – (KGK 2518).
Gereja takut akan Allah?
Kalau
Allah menghendaki kekudusan menjadi milik semua orang karena Dia adalah kudus, maka
selama berada di dunia ini Gereja senantiasa mengejar kekudusan itu. Ia telah
mendapatkan itu dari Kristus yang mendirikannya dan secara terus menerus
belajar dari Kepalanya, sebab tangan yang mendirikannya adalah kudus dan darah
yang mengalir dari lambungNya adalah kudus. Dan karena itu, Gereja senantiasa membutuhkan
pengudusan (LG 8) supaya pada akhirnya Gereja surgawi, Yerusalem yang baru,
akan bersinar dengan kekudusan yang cemerlang (Why. 21:2, 10-11, 22:19).
Yesuslah yang menjadi perantara semua orang kepada Bapa di sorga itu. “Akulah
jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau
tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6).
Gereja
lahir dari Allah dan senantiasa berpaut padaNya sambil bercermin pada para
tokoh suci dalam Kitab Suci yang telah menunjukkan ketakutan mereka kepada Allah
secara sungguh-sungguh dan hidup dengan amat saleh. Kekudusan ini hanya mungkin
jika Roh Kudus bekerja di dalam diri Gereja. Bahkan St. Paulus menyebut bahwa
seluruh Gereja dan setiap orang Kristiani adalah kenisah Roh Kudus (1Kor.
3:16-17; 6:19). Dengan demikian, sifat hakiki Gereja adalah kudus karena Allah
sendiri yang bekerja dan menguduskannya dengan pengantaraan Kristus yang
tersalib, wafat dan bangkit.
1) MengasihiNya
Hukum
kasih, itu yang utama! Sungguh demikian kudusnya Allah, sehingga Gereja mau
mengasihiNya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap
akal budi dan dengan segenap kekuatan (Mat. 22:37, Mrk. 12:30, Luk. 10:27)
supaya ia tidak jauh dari Kerajaan Allah. Sekiranya Bunda Maria, para Rasul
(dan St. Paulus), para martir (mulai dari St. Stefanus) dan orang-orang kudusNya
telah membuktikan kasih yang demikian hebat kepada Allah dan menunjukkan kekudusan
mereka masing-masing di hadapanNya. Itu karena “ketakutan suci” mereka kepada
Kristus, Allah yang hidup. Mereka tidak berani sedikitpun melawan Dia dengan
sengaja. Sebaliknya, dengan hati terbuka, mereka membiarkan diri dikuasai oleh
Allah, “Sesungguhnya, aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut
perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Ini adalah jawaban kesiapan dan kesanggupan Maria
mencintai dan menerima Kristus di dalam dirinya. Rasul Petrus yang mati
disalibkan terbalik dan Rasul Paulus yang mati digorok lehernya karena Yesus, ini
juga tanda persembahan diri mereka secara utuh dalam kasih akan Dia. Hati
mereka telah ditawan oleh Yesus sehingga menumpahkan darah sekalipun, mereka
rela, asalkan itu demi Dia yang sangat mereka kasihi. Demikian jugalah semua
orang kudus yang diperingati di dalam Gereja Kristus. Hidup dan kematian mereka
semua adalah tanda kasih, ungkapan cinta mendalam, yang timbul dari dalam hati
sebagai persembahan bakti bagi Kristus. Maka sebagai saluran keselamatan
Kristus, Gereja wajib pertama-tama mengasihiNya dengan hati yang takut akan Allah
dan sikap hormat nan khusuk sehingga Kristus menguduskan dunia.
2) “YPH” & Seluruh Anggota Tubuh!
Yesus
menegaskan betapa penting dan mendesak mengasihi Allah dengan segenap hati,
jiwa, akal budi dan kekuatan! Maka jikalau Ia, Allah yang hidup, yang kudus,
hadir secara nyata (Realis Praesentia)
di tengah-tengah dunia ini, di dalam Ekaristi Mahakudus dan semua Sakramen
Gereja, Siapakah aku ini sehingga tidak
takut kepadaNya? Siapakah aku ini sehingga tidak gentar kepadaNya? Siapakah aku
ini sehingga tidak sujud hormat kepadaNya? Siapakah aku ini sehingga “bebas sesuka
hati berpenampilan semrawutan” di
hadapanNya? Siapakah aku ini sehingga tidak
menyiapkan diri untuk bertemu denganNya? Ya Tuhan, hanya debulah aku di alas
kakiMu! Jangan bilang “Yang Penting Hati” (YPH), sebab jika demikian itu adalah kemunafikan besar kepada Allah
yang kudus! Sebab tangan Allahlah yang membentuk “seluruh tubuh” kita maka
“seluruh tubuh” kita wajib dikuduskan bagi Allah, apalagi saat berhadapan
denganNya di dalam rumahNya yang suci. Jika “YPH” seharusnya yang sudah pasti ada di sana ialah ketakutan suci
akan Allah, sehingga dengan bebas mempengaruhi seluruh anggota tubuh untuk memberikan
penghormatan dan sembah sujud yang layak dan pantas kepadaNya. Siapakah aku ini sehingga tidak
mengindahkan Engkau, Tuhan? Siapakah aku ini sehingga terlalu mementingkan hati
dan lupa menghormati Engkau dengan diriku seutuhnya? Aduh Tuhan, aku menjadi
malu dan gentar sebab diriku seutuhnya akan dicampakkan ke dalam api yang tak
terpadamkan karena tidak berguna. Ampunilah aku, ya Tuhan, sebab aku tidak
takut akan Engkau, tetapi pada kesenangan diriku sendiri.
Renungkanlah ini dengan baik:
“Ketakutan
Suci” lahir dari hati yang suci untuk mencintai dan menghormati Allah yang
kudus. Ketakutan ini tidak tinggal tetap di dalam diri, hati, melainkan menggerakkan
anggota-anggota tubuh untuk sujud menyembah Allah yang hadir di dalam hidup
kita, terlebih di dalam perayaan Liturgi Sakramen-Sakramen Gereja. Ketakutan
inilah yang mendorong kita secara ketat untuk tunduk dan taat pada semua
perintah Allah karena kekudusanNya dan demi kekudusan kita sendiri di dalam
Dia. Itulah sebabnya, Kristus mengutus kepada kita Roh Kudus supaya Ia memberi
juga kepada kita karunia takut akan Allah, yaitu ketakutan suci ini. Roh takut
akan Allah akan mendorong kita untuk mengasihi Allah secara utuh, mengakui Dia,
menghormati Dia secara sempurna selama Ia menyatakan diriNya. Kalau mengandalkan
YPH, sudah selayaknya dan sepantasnya
hati menjadi sumber kebaikan dan kebenaran karena di sana Allah tinggal. Apakah
kita mau membohongi diri kita sendiri? Atau sedang berusaha membohongi Allah
yang kudus atau orang lain yang berhadapan dengan kita? Atau jangan-jangan kita
tidak menyadari sama sekali istilah “YPH”
saat kita mengucapkannya? Apapun itu, bertobatlah! Bertobatlah supaya kembali
menjadi kudus karena Allah adalah kudus. Kekudusan sesungguhnya menyangkut semua
hal, hati, jiwa, budi, kekuatan, bertutur, bertingkah laku, berpenampilan, dst.
Pax
Dimini sit semper vobiscum!