Rabu, 12 April 2017

“Yudaskah yang menyerahkan Yesus?”

Kabar Sukacita Hari Ini (Mat. 26:14-25)


“Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan apa yang tertulis tentang Dia, tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan!” (Mat. 26:24).

Waktu Yesus sudah hampir tiba; Ia mengadakan Paskah bersama murid-muridNya. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Mat. 26:21). Dia yang setia, kini hendak diserahkan oleh salah seorang muridNya sendiri, yaitu Yudas Iskariot, yang tidak setia.

Yesus, ketika memilih dua belas rasulNya, Ia berdoa semalam-malaman (Luk. 6:12). Yudas ini termasuk bilangan para rasul karena Yesus memilihnya. Namun pada saatnya, Ia menjual Yesus kepada imam-imam kepala (Mat. 26:14). Harga 30 uang perak sama dengan 30 syikal. Ini adalah harga ganti rugi seorang budak yang dibunuh (Kel. 21:32) sebagaimana ditentukan dalam Hukum Taurat.

Yesus berkata: “Celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan” (Mat. 26:24). Jangan kita menyangka bahwa Yudas sendiri yang bertanggung jawab atas perbuatan itu. Bukan! Melainkan kita semua yang karena dosa telah menyerahkan Yesus untuk menderita sengsara dan mati di salib. Kerap kali kita menyangkal dan menyerahkan Yesus dengan perbuatan kita yang jahat, maka marilah kita bertobat! Tiada yang indah selain bertobat dalam Gereja Kristus!

In te Domine speravi, non confundar in aeternum!

Selasa, 11 April 2017

“Setia kepada Kristus seperti Petrus!”

Kabar Sukacita Hari Ini (Yoh. 13,21-33.36-38)


“Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku… Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali” (Yoh. 13:22,38).

Dalam perjamuan malam terakhir, Yesus membasuh kaki para muridNya dan memberikan wejangan-wejangan kepada mereka (Yoh. 13:2-20). Setelah mengatakan semua itu, Ia terharu (Yoh. 13:21); mungkin karena sebentar lagi Ia akan “beralih” dari dunia ini dan berpisah dengan para rasulNya sendiri.

Namun demikian, pada kesempatan itu, rencana Yudas untuk menyerahkan diriNya sudah diketahuiNya. Dan, nubuatNya tentang Petrus kelak akan terpenuhi. “Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (dialah Yudas), “Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali” (dialah Petrus).

Pada waktunya, Yudas memang menyerahkan Yesus. Perbuatan Yudas ini hanya diketahui oleh Allah sendiri. Tidak boleh ada intervensi lain kepadanya yang mempersalahkan Yudas secara pribadi. Akan tetapi, mengenai Petrus, Gereja perlu banyak belajar dari rasul agung ini. Ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, tetapi kembali bertobat dengan penyesalan berlinang air mata.

Kalau Yudas, dalam arti tertentu, tidak setia kepada Kristus (lalu menyesal), Petrus malah sebaliknya. Ia jatuh, namun berusaha bangun lagi. Benarlah kata-kata Yesus ini kepadanya: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku” (Yoh. 13:36). Petrus setia kepada Kristus sampai mati. Ia mengikuti Kristus secara radikal, digantung pada kayu salib (terbalik) layaknya Kristus. Semoga iman kita kokoh kuat seperti Kefa, Batu Karang, Petrus, supaya setia sampai mati kepada Kristus, Juruselamat kita.

Pax Domini sit semper vobiscum!

Senin, 10 April 2017

“Maria mengurapi kaki Yesus, Yudas?”

Kabar Sukacita Hari Ini (Yoh. 12:1-11)


“Biarkanlah dia melakukan hal ini (Maria meminyaki [kaki Yesus]) mengingat hari penguburanKu. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu” (Yoh. 12:7-8).

Tindakan Maria meminyaki (mengurapi) kaki Yesus ini (Yoh. 12:3) menuai protes dari Yudas Iskariot, “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin” (Yoh. 12:5). Diketahui, Yudas ini seorang pencuri di kubu Yesus (Yoh. 12:6).

Yesus saat itu juga memperingatkan Yudas sekaligus mengantisipasi kematian dan penguburan diriNya sendiri (Yoh. 12:7-8). Adalah benar Maria melakukan hal itu, bahwa tindakan Maria adalah pralambang dari penghormatan terhadap jenazahNya kemudian (silahkan baca Yoh. 19:38 dst).

Minyak yang diurapkan atas kaki Yesus memancarkan keharuman semerbak sekaligus penghormatan kepadaNya sebagai Raja dan Penguasa. Persembahan orang berdosa yang selalu mencari Yesus untuk bertobat ialah kesediaannya melepaskan dosa-dosanya. Sekaligus, ia menyertakan kebusukan dosa pada kurban Kristus di salib supaya ia dimurnikan dan senantiasa memancarkan keharuman bagi dunia. Bukan seperti Yudas yang tetap menyimpan kebusukan di dalam dirinya.

Sebagaimana minyak menandakan kelimpahan (Ul. 11:14) dan kegembiraan (Mzm. 23:5; 104:15) serta membersihkan, Gereja, orang-orang Katolik, dipanggil Kristus untuk memancarkan keharuman, membawa rahmat berlimpah, menghadirkan kegembiraan atas dunia ini seraya membersihkan luka-luka dosa yang telah membusuk. Itulah keharuman kita bagi Kristus, Kepala Gereja.

Pax Domini sit semper vobiscum!

Daun Palma 🌴🌿

(Mengenang Sengsara Tuhan, 9 April 2017)


Pada makam para martir biasanya diletakkan gambar daun Palma. Itu melambangkan kesetiaan mereka kepada Kristus sampai mati (Rm. Emanuel Do). Sebab ketika Kristus, Putera Daud, memasuki kota Yerusalem banyak orang memegang di tangan mereka daun-daun Palma dan memberikan lambaian padaNya sebagai Raja mereka, Mesias sejati.

Ia dielu-elukan di sana sebagai Putera Daud, sebagai orang yang membawa keselamatan. "Hosana" berarti "berilah keselamatan" (KGK 559). Diberkatilah Dia yang datang atas nama Tuhan (Mzm. 118:26). Maka para martir senantiasa memuliakan Dia sebagai Penyelamat. Dibunuh sekalipun, tetap Kristus adalah Raja mereka.

Masuknya Yesus ke kota itu, Ia "mengumumkan" kedatangan Kerajaan yang dibawa oleh Dia sendiri, Mesias Raja, melalui Paska dan kebangkitanNya. Dengan perayaan masuknya ke Yerusalem ini pada hari Minggu Palma, Gereja membuka Pekan Suci (KGK 560). Maka kita, sampai mati, diminta untuk setia kepadaNya dengan mengakui Dia sebagai Raja alam semesta dan pembawa keselamatan bagi semua orang.


Pax Domini sit semper vobiscum!

Sabtu, 08 April 2017

"Pekerjaan Bapa itu Pekerjaan Putera, percayalah!"

Kabar Sukacita Hari Ini (Yoh. 10:31-42)


"Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?" (Yoh 10:32)

Menolak dan menolak! Itulah yang selalu dilakukan orang-orang Yahudi terhadap Yesus. Mereka tidak percaya kepadaNya, sampai-sampai mereka ingin mewujudkan penolakan itu dengan cara melempar batu kepadaNya.

Yesus telah bersaksi:

"Segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepadaKu, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku." (Yoh 5:36)

Kepada mereka yang berpaling padaNya dengan penuh kepercayaan, Ia memberikan apa yang mereka minta. Mukjizat-mukjizat! Itulah yang memperkuat iman kepada Dia, dan mereka percaya bahwa Ia adalah Putera Allah. Tetapi ini sekaligus menjadi penolakan dan malahan tuduhan dari orang-orang Yahudi bahwa Ia menghujat Allah, Bapa yang kekal.

Sekarang kita mengerti bahwa menerima Yesus itu tidak mudah, butuh proses, waktu, tenaga (pengorbanan), dan cinta seutuhnya. Iman! imanlah yang akan membuat kita tetap berdiri teguh bersama Yesus. Iman yang akan membuat kita mengerti semuanya (Credo ut intelligam, non intelligo ut credam - St. Agustinus). Semoga iman kita senantiasa ditambahkan dan dibaharui oleh Roh Kudus...

Pax Domini sit semper vobiscum!

“Percaya atau tidak percaya?”

Kabar Sukacita Hari Ini (Yoh. 11:45-56)


“Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepadaNya” (Yoh. 11:45)

Bukan suatu hal baru jika Yesus direncanakan untuk dibunuh oleh orang-orang yang menentangNya. Alasannya jelas, Ia dianggap melakukan kesalahan, menghojat Allah dan perbuatan-perbuatanNya diinspirasikan oleh setan.

Akan tetapi, tidak semua orang Yahudi beranggapan demikian. Masih ada yang “percaya” dan menaruh hati padaNya (Yoh. 11:45). Orang “bebal” memang akan berkeras hati menyaksikan perbuatan-perbuatanNya. Sementara orang-orang percaya, yang dekat denganNya, akan memahami dan mengakui bahwa Dialah Mesias yang dinanti-nantikan.

Mereka yang tidak percaya kepadaNya ingin melempar batu kepadaNya dan membunuhNya. Tetapi mereka yang percaya, mengakui, menerima dan tinggal denganNya. Yesus bukanlah Barabas yang memberontak, melainkan Allah yang hidup dan mati untuk mereka yang percaya kepadaNya. Maka percayalah kepadaNya, percaya lalu mengerti!

Pax Domini sit semper vobiscum!

"Ia telah ada, ada untuk kita!"

Kabar Sukacita Hari ini (Yoh. 8:52-59)


"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada" (Yoh 8:58).

Abraham itu bapa segala bangsa, orang pilihan Allah. Tetapi Yesus, Ia telah ada sebelum Abraham jadi. Dialah Firman yang menjadi manusia. Malahan kalau adil, Yesuslah itu Allah Abraham.

Beginilah kesaksian Yohanes, rasul Kristus, pengarang Injil:

"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah" (Yoh. 1:1).

"Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak mengenalNya. Ia datang kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang kepunyaanNya itu tidak menerimaNya" (Yoh. 1:10,11).

"Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya" (Yoh 1:12).

Berbahagialah kita yang percaya kepadaNya dan menerimaNya.

Pax Domini sit semper vobiscum!

"Yesus diutus Bapa, dan Kita seperti Yesus"

Kabar Sukacita Hari Ini (Yoh. 8:31-42)


"Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku" (Yoh. 8:42).

Yesus diutus oleh Bapa. Dia datang untuk kita, Umat pilihan Allah, yaitu Gereja. Dia mengajarkan kita untuk menyebut BapaNya sebagai Bapa kita juga, sebagaimana Dia mengajarkan kita tentang doa "Bapa Kami." Maka kita menyebut BapaNya sebagai Bapa kita yang ada di sorga.

Andaikata kita, dengan iman, sudah menyebut Allah sebagai Bapa kita, itu berarti kita menerima Yesus sebagai Putera dan penyelamat, Mesias yang dinanti-nantikan, Raja semesta alam. Sekarang, Ia mengutus kita, Gereja, ke tengah-tengah dunia. Sebab perutusanNya adalah perutusan kita, misiNya adalah misi kita. Pembaptisan menjadikan kita utusanNya, Ekaristi menjadikan kita sepertiNya, dan Krisma menguatkan kita dalam perutusan dan misi itu. Mari menjadi seperti Kristus dalam dunia zaman ini!

Pax Domini sit semper vobiscum!

"Ia telah ada, ada untuk kita!"

Kabar Sukacita Hari ini (Yoh. 8:52-59)


"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada" (Yoh 8:58).

Abraham itu bapa segala bangsa, orang pilihan Allah. Tetapi Yesus, Ia telah ada sebelum Abraham jadi. Dialah Firman yang menjadi manusia. Malahan kalau adil, Yesuslah itu Allah Abraham.

Beginilah kesaksian Yohanes, rasul Kristus, pengarang Injil:

"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah" (Yoh. 1:1).

"Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak mengenalNya. Ia datang kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang kepunyaanNya itu tidak menerimaNya" (Yoh. 1:10,11).

"Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya" (Yoh 1:12).

Berbahagialah kita yang percaya kepadaNya dan menerimaNya.


Pax Domini sit semper vobiscum!

"Anak Manusia akan Ditinggikan!"

Kabar Sukacita Hari Ini (Yoh. 8:21-30)


"Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriKu sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu" (Yoh 8:28). Yesus adalah Allah sebagaimana YAHWEH, Aku adalah Aku.

Peristiwa salib akan memberikan kejelasan dan bukti kuat mengenai kata-kata Yesus ini. Semua orang akan menyaksikan Anak Manusia menderita dan wafat di salib. Kepala pasukan adalah yang pertama mengakui bahwa Dia ini Anak Allah. "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah" (Mrk. 15:39).

Kelak St. Tomas pun akan sampai pada kesimpulan yang sama: "Ya Tuhanku dan Allahku" (Yoh. 20:28). Dan St. Petrus meneguhkan hal yang sama dan berseru: "Keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan" (Kis. 4:12). Semoga iman kita ditambahkan supaya percaya kepada Yesus, Anak Manusia yang menyelamatkan.

Pax Domini sit semper vobiscum!

Kamis, 06 April 2017

“Ketakutan Suci” – “YPH” itu Cukup?


Kitab Suci menampilkan banyak tokoh suci atau orang-orang suci. Kesucian mereka teruji di hadapan Allah yang memanggil dan mengutus mereka. Kesucian ini timbul dari dalam hati mereka sendiri demi Allah yang mereka sembah dan layani. Ketahuilah, mereka-mereka yang suci ini takut Akan Allah! Ketakutan suci akan Allah berkaitan erat dengan “waktu rahmat” dan “hari penyelamatan” Allah (2Kor. 6.2), bahwa pada saat Tuhan datang Ia akan dimuliakan di antara orang kudusNya (KGK. 1041). Bisa dimengerti mengapa orang-orang kuduslah yang diperbolehkan memuliakan Allah.

Contoh tokoh-tokoh suci itu adalah Abraham, Yusuf, Musa, Samuel, Salomo, Obaja, Ayub, Zakharia, dst. Coba perhatikan dan teliti kisah hidup mereka masing-masing! Kepada bangsa Israel, umat pilihan, Allah berulang-ulang kali menyerukan dan mengingatkan mereka untuk takut akan Dia, sebab Dia adalah kudus dan Dialah yang memanggil umat pilihan itu untuk dibebaskan dari perbudakan dosa. Allah menyerukan itu melalui utusan-utusanNya sendiri. Dan kalau Ia terus-menerus mengulangi hal yang sama, hal itu adalah penting dan sangat mendesak! Pemazmur juga senantiasa menyerukan ketakutan suci ini, yaitu takut akan Allah.

PL: Apa artinya takut akan Allah?

Dalam Perjanjian Lama, takut akan Allah berarti rasa keagamaan yang mendalam dan rasa kehormatan sebagai anak, yang mencakup sikap yang benar terhadap Allah. Ketakutan ini bukan seperti perasaan takut yang ada dalam diri seorang budak terhadap tuannya, bukan pula seperti seseorang yang takut akan kegelapan dunia, atau seorang bawahan takut kepada atasannya, atau juga seorang yang takut mati. Ini murni timbul dari dalam diri seseorang karena pertama-tama Allah adalah kudus!

Allah berfirman kepada Musa: “Bebicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus” (Im. 19:2). Allah menghendaki supaya bangsa itu kudus, maka Ia memanggil dengan perantaraan Musa dan para nabiNya (kemudian) supaya mereka mengejar kekudusan. Ingat, manusia diciptakan secitra dengan Allah, dan karena itu ia mengambil bagian dalam kekudusan Allah. Maka, untuk menjadi kudus, orang wajib takut akan Allah yang kudus itu. Bukan takut karena bersalah (berdosa) lalu dihukum, tapi lebih-lebih karena merupakan ekspresi religiusitas yang tinggi atau luapan batin yang tunduk dan taat pada Allah. Ternyata takut ini demi Allah yang kudus dan demi kekudusan diri sendiri.

PB: Yesus bilang apa tentang hati?

Sabda bahagia keenam yang diungkapkan Yesus saat berkhotbah di bukit, bunyinya begini: “Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah” (Mat. 5:8). Kesucian hati melahirkan rasa takut akan Allah, sehingga hati senantiasa wajib dibersihkan, dijauhkan dari kemunafikan – kebencian – iri/dengki, lalu diisi dengan Allah dan diarahkan sepenuhnya kepadaNya, supaya terpenuhilah sabda bahagia itu – “melihat Allah” (yaitu masuk dalam kegembiraan dan perhentian Allah – KGK 1720). Inilah hati yang murni, dimana mereka yang memilikinya sudah menyesuaikan pikiran dan kehendaknya dengan tuntutan kekudusan Allah (cinta kasih kristiani, kemurnian atau sikap tak bercela di bidang seks, dan cinta kepada kebenaran atau kepatuhan kepada agama) – (KGK 2518).

Gereja takut akan Allah?

Kalau Allah menghendaki kekudusan menjadi milik semua orang karena Dia adalah kudus, maka selama berada di dunia ini Gereja senantiasa mengejar kekudusan itu. Ia telah mendapatkan itu dari Kristus yang mendirikannya dan secara terus menerus belajar dari Kepalanya, sebab tangan yang mendirikannya adalah kudus dan darah yang mengalir dari lambungNya adalah kudus. Dan karena itu, Gereja senantiasa membutuhkan pengudusan (LG 8) supaya pada akhirnya Gereja surgawi, Yerusalem yang baru, akan bersinar dengan kekudusan yang cemerlang (Why. 21:2, 10-11, 22:19). Yesuslah yang menjadi perantara semua orang kepada Bapa di sorga itu. “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6).

Gereja lahir dari Allah dan senantiasa berpaut padaNya sambil bercermin pada para tokoh suci dalam Kitab Suci yang telah menunjukkan ketakutan mereka kepada Allah secara sungguh-sungguh dan hidup dengan amat saleh. Kekudusan ini hanya mungkin jika Roh Kudus bekerja di dalam diri Gereja. Bahkan St. Paulus menyebut bahwa seluruh Gereja dan setiap orang Kristiani adalah kenisah Roh Kudus (1Kor. 3:16-17; 6:19). Dengan demikian, sifat hakiki Gereja adalah kudus karena Allah sendiri yang bekerja dan menguduskannya dengan pengantaraan Kristus yang tersalib, wafat dan bangkit.



1) MengasihiNya

Hukum kasih, itu yang utama! Sungguh demikian kudusnya Allah, sehingga Gereja mau mengasihiNya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan (Mat. 22:37, Mrk. 12:30, Luk. 10:27) supaya ia tidak jauh dari Kerajaan Allah. Sekiranya Bunda Maria, para Rasul (dan St. Paulus), para martir (mulai dari St. Stefanus) dan orang-orang kudusNya telah membuktikan kasih yang demikian hebat kepada Allah dan menunjukkan kekudusan mereka masing-masing di hadapanNya. Itu karena “ketakutan suci” mereka kepada Kristus, Allah yang hidup. Mereka tidak berani sedikitpun melawan Dia dengan sengaja. Sebaliknya, dengan hati terbuka, mereka membiarkan diri dikuasai oleh Allah, “Sesungguhnya, aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Ini adalah jawaban kesiapan dan kesanggupan Maria mencintai dan menerima Kristus di dalam dirinya. Rasul Petrus yang mati disalibkan terbalik dan Rasul Paulus yang mati digorok lehernya karena Yesus, ini juga tanda persembahan diri mereka secara utuh dalam kasih akan Dia. Hati mereka telah ditawan oleh Yesus sehingga menumpahkan darah sekalipun, mereka rela, asalkan itu demi Dia yang sangat mereka kasihi. Demikian jugalah semua orang kudus yang diperingati di dalam Gereja Kristus. Hidup dan kematian mereka semua adalah tanda kasih, ungkapan cinta mendalam, yang timbul dari dalam hati sebagai persembahan bakti bagi Kristus. Maka sebagai saluran keselamatan Kristus, Gereja wajib pertama-tama mengasihiNya dengan hati yang takut akan Allah dan sikap hormat nan khusuk sehingga Kristus menguduskan dunia.



2) “YPH” & Seluruh Anggota Tubuh!

Yesus menegaskan betapa penting dan mendesak mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan! Maka jikalau Ia, Allah yang hidup, yang kudus, hadir secara nyata (Realis Praesentia) di tengah-tengah dunia ini, di dalam Ekaristi Mahakudus dan semua Sakramen Gereja, Siapakah aku ini sehingga tidak takut kepadaNya? Siapakah aku ini sehingga tidak gentar kepadaNya? Siapakah aku ini sehingga tidak sujud hormat kepadaNya? Siapakah aku ini sehingga “bebas sesuka hati berpenampilan semrawutan” di hadapanNya? Siapakah aku ini sehingga tidak menyiapkan diri untuk bertemu denganNya? Ya Tuhan, hanya debulah aku di alas kakiMu! Jangan bilang “Yang Penting Hati” (YPH), sebab jika demikian itu adalah kemunafikan besar kepada Allah yang kudus! Sebab tangan Allahlah yang membentuk “seluruh tubuh” kita maka “seluruh tubuh” kita wajib dikuduskan bagi Allah, apalagi saat berhadapan denganNya di dalam rumahNya yang suci. Jika “YPH” seharusnya yang sudah pasti ada di sana ialah ketakutan suci akan Allah, sehingga dengan bebas mempengaruhi seluruh anggota tubuh untuk memberikan penghormatan dan sembah sujud yang layak dan pantas kepadaNya. Siapakah aku ini sehingga tidak mengindahkan Engkau, Tuhan? Siapakah aku ini sehingga terlalu mementingkan hati dan lupa menghormati Engkau dengan diriku seutuhnya? Aduh Tuhan, aku menjadi malu dan gentar sebab diriku seutuhnya akan dicampakkan ke dalam api yang tak terpadamkan karena tidak berguna. Ampunilah aku, ya Tuhan, sebab aku tidak takut akan Engkau, tetapi pada kesenangan diriku sendiri.


Renungkanlah ini dengan baik:
“Ketakutan Suci” lahir dari hati yang suci untuk mencintai dan menghormati Allah yang kudus. Ketakutan ini tidak tinggal tetap di dalam diri, hati, melainkan menggerakkan anggota-anggota tubuh untuk sujud menyembah Allah yang hadir di dalam hidup kita, terlebih di dalam perayaan Liturgi Sakramen-Sakramen Gereja. Ketakutan inilah yang mendorong kita secara ketat untuk tunduk dan taat pada semua perintah Allah karena kekudusanNya dan demi kekudusan kita sendiri di dalam Dia. Itulah sebabnya, Kristus mengutus kepada kita Roh Kudus supaya Ia memberi juga kepada kita karunia takut akan Allah, yaitu ketakutan suci ini. Roh takut akan Allah akan mendorong kita untuk mengasihi Allah secara utuh, mengakui Dia, menghormati Dia secara sempurna selama Ia menyatakan diriNya. Kalau mengandalkan YPH, sudah selayaknya dan sepantasnya hati menjadi sumber kebaikan dan kebenaran karena di sana Allah tinggal. Apakah kita mau membohongi diri kita sendiri? Atau sedang berusaha membohongi Allah yang kudus atau orang lain yang berhadapan dengan kita? Atau jangan-jangan kita tidak menyadari sama sekali istilah “YPH” saat kita mengucapkannya? Apapun itu, bertobatlah! Bertobatlah supaya kembali menjadi kudus karena Allah adalah kudus. Kekudusan sesungguhnya menyangkut semua hal, hati, jiwa, budi, kekuatan, bertutur, bertingkah laku, berpenampilan, dst.



Pax Dimini sit semper vobiscum!

Senin, 03 April 2017

Perempuan Berzinah di Tangan Tuhan (Yoh. 8:1-11)


Menerima hukaman rajam bukanlah sesuatu yang menyenangkan, karena akhir dari hukuman itu sendiri adalah kematian. Anda akan dirajam dengan batu oleh banyak orang jika kedapatan berbuat zinah. Anda bisa membayangkan betapa "kejam"nya hukuman itu. Pastilah Anda menahan malu terlebih dahulu karena kebobrokanmu diketahui banyak orang, setelah itu Anda diadili hingga nyawa tidak dimiliki lagi.

Persoalannya, siapa yang berhak mengambil batu dan merajam si pezinah? Siapa yang layak menggenggam batu untuk melempari si pendosa sampai mati?

Simaklah kata-kata Yesus yang luar biasa bijaksana ini:

"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (Yoh. 8:7).


Perempuan berzinah itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang berkumpul di Bait Allah. Ia siap diadili sesuai hukum Taurat Musa. Yesus menanggapi dengan santai; Ia membungkuk dan menulis di tanah. Alih-alih menjawab pertanyaan yang terus-menerus datang kepadaNya, Ia justru melakukan hal lain, menulis dengan jariNya di tanah. "Ah.. Yesus ini buat penasaran aja!"

Sekarang Ia bersuara, memberikan pernyataan bijaksana di atas. Mereka bertanya dan Yesus balik meminta mereka untuk merajam. Silahkan rajam perempuan itu sesuai hukum yang berlaku. Perempuan itu terbukti berdosa, rajamlah dia dengan batu yang sudah kamu siapkan. Mari kita saksikan kematiannya. Sambil menunggu reaksi mereka, Yesus membungkuk dan menulis lagi di tanah dengan jariNya sendiri. Yesus menunggu dan menunggu. Tetapi yang terjadi ialah mereka pergi satu demi satu, mulai dari yang tua (mungkin hingga yang termuda).

Apa gerangan yang ada di balik kisah perempuan berzinah ini?

Adegan pertama ialah orang-orang menemukan perempuan ini berbuat zinah, ia ditangkap lalu dibawakan kepada Yesus untuk diadili sesuai HukumTaurat Musa. Benar, Musa menghendaki agar perempuan yang berbuat dosa jenis ini dirajam dengan batu karena ia tidak layak menjadi perempuan Yahudi. Ia mempermalukan bukan saja dirinya sendiri tetapi bangsa Yahudi secara keseluruhan, sebab mereka percaya kepada YAHWEH yang "keras" dan membuat aturan keagamaan yang ketat. Juga, perempuan tempatnya di dapur, bukan di tempat lain atau bebas mengekspresikan diri, apalagi berbuat zinah seperti itu. Maka adalah tabu bila perempuan berkeliaran dan menjadikan dirinya sebagai alat pemuas nafsu kaum lelaki.

Ada adegan terselubung di balik kisah ini. Orang banyak itu ingin menjebak Yesus dengan peristiwa dan pertanyaan yang diajukan kepadaNya. Mencari kesalahanNya? Itu sudah pasti! Bisa jadi, perempuan ini hanya merupakan alat untuk menangkap Yesus karena Ia melawan Hukum Musa. Licik benar orang-orang itu. Mereka tidak menyadari bahwa yang hendak mereka jebak adalah lebih daripada Musa. Kegagalan mereka tentang hal ini membuat mereka sendiri menjadi malu.

Adegan berikutnya ialah Yesus membungkuk dan menulis di tanah dengan jariNya. Apakah ini adegan tambahan? Tidak juga! Ini malahan sangat realistis dan memperdalam makna peristiwa ini. Kalau orang-orang itu menunjuk Hukum Musa sebagai patokan, Yesus justru kembali kepada hukum asali, dimana penciptaan manusia (termasuk perempuan itu) diprakarsai dengan tanah. Tanah adalah simbol kerapuhan, tanda kelemahan manusia, prasyarat kestuan manusia dengan Allah yang bebas dari kerapuhan dan kelemahan. Hukum Musa untuk merajam orang berdosa seperti ini adalah benar, tetapi orang harus berbalik dan memandang dirinya sendiri terlebih dahulu dan bertanya, "dari mana ia berasal?" Adegan ini perlu ada agar orang menempatkan dirinya sendiri pada belaskasih dan kerahiman Allah Pencipta, bukan salah menerapkan hukum atau berlaku semena-mena.


Adegan inti dari peristiwa ini adalah dialog Yesus dengan perempuan itu. "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" Perempuan itu berkata kepada Tuhan, "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Tuhan: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang" (Yoh. 8:10-11). Inilah klimaks dari peristiwa "zinah" yang dihadapi perempuan itu. Yesus berdiri sebagai Hukum yang terutama dan mengadili sang perempuan itu. Namun sebelumnya, Ia harus mengadili orang banyak yang merasa diri paling benar dan paling taat pada hukum. Padahal, mereka kebablasan dalam meletakkan hukum berdasarkan hati mereka yang telah mati, tidak peka dan gampang mempersalahkan.


Pergilah, Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah tapi jangan berbuat dosa lagi! Berhadapan dengan Tuhan, Ia akan memberikan pengampunan dosa, mengadili dengan kasihNya dan menjadikan kita sebagai manusia baru. Ia bukannya tidak melihat dosa, melainkan mengutamakan kasihNya supaya dosa dengan sendirinya mundur dan meleleh bersama dengan tobat yang kita usahakan. Mari ikutlah Yesus dalam jalan pengampunan menuju surga keabadian.

IN TE DOMINE SPERAVI, NON CONFUNDAR IN AETERNUM.

Dari Petrus untuk siap diutus …


(Suatu Refleksi Panggilan)

Mengapa Petrus? Tuhan, mengapa Petrus dan teman-temannya yang Kau panggil untuk mengikutiMu? Mengapa mereka-mereka itu kemudian Kau utus ke seluruh dunia? Mengapa Kau menyerahkan kunci Kerajaan sorga kepada Petrus? Mengapa Tuhan? Mengapa Kau menjadikan Petrus penjala manusia?

Ya, Yesus membuka sepak terjang hidupNya dari Galilea menuju Yerusalem dengan "membawa-serta" para RasulNya. Petrus menjadi orang pertama dalam barisan rasul itu. Petrus seorang nelayan kampung itu harus berjumpa dengan Penguasa sorga dan dunia (Yesus) di tepi danau Galilea, daerah tempat Petrus mencari dan menemukan nafkahnya. Ke mana lagi ia harus pergi selain danau itu? "Di sinilah Aku menangkap engkau, Petrus!" (Andai saja Yesus bergumam demikian dalam hatiNya yang suci). Petrus tidak ke mana-mana, ia tetap di situ, di tepi danau, membersihkan jalanya yang gagal total menangkap ikan. "Karena kau tidak menangkap apa-apa, sekarang Aku menangkap engkau, Petrus!" (Andai saja Yesus bergumam untuk kedua kalinya di dalam hatiNya yang suci).


Tapi butuh sedikit proses untuk menangkap Petrus. Yesus perlu bercakap-cakap, meminjam perahu Petrus untuk mengajar orang banyak dari atas perahu itu. Pada akhirnya, Petrus dikagetkan dengan kata-kata ini: "(duc in altum) Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." Yang benar saja Kau, Guru? Petrus ini tidak mendapatkan apa-apa lho selama sepanjang malam tadi. "Ya sudahlah, Guru yang bilang, saya ikut saja" (kurang lebih begitu Petrus menanggapi pernyataan Guru - hehe). Apa yang terjadi? Hasil tangkapannya wow, ikannya banyak, perahu tak muat - hampir tenggelam lagi. "O o.. ini bukan sekedar Guru, ini Tuhan! Ya Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang yang berdosa!"

Yesus, Guru yang adalah Tuhan itu melihat ketidakpercayaan dan kehinaan Petrus sebagai suatu ketakutan dalam dirinya. "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Yesus menguatkan Petrus, membentuk keyakinan dalam dirinya, supaya Petrus mengatakan "ya" dan mengikutiNya. Dan memang, tanpa basa-basi, Petrus dan teman-temannya mulai mengikuti Tuhan. Permulaan ini sekaligus tanda Petrus meninggalkan perahu dan jalanya, meninggalkan rumahnya, meninggalkan keluarganya (anak isterinya - mungkin) dan segalanya. Petrus tidak sekedar bertolak ke danau yang dalam, tetapi bersama Tuhan bertolak ke danau yang juah lebih dalam dan luas, yaitu dunia. Bagaimana ia bertolak?

Bagaimana ia bertolak? Tuhan adalah pegangannya, Tuhan berdiri di dalam perahunya, Tuhan mengarahkan perahunya, dan Tuhan sendiri membantu menangkap ikan-ikan ke dalam perahunya. Kalau Tuhan ada di pihak Petrus, tidak ada keraguan sedikitpun untuk menebarkan jala pada air yang dalam, sedalam yang dikehendaki Tuhan. Tuhan sendiri berkehendak, maka Ia pulalah yang mempersiapkan Petrus sebaik-baik mungkin untuk menyaksikan keajaiban yang dikerjakanNya. Start-nya dimulai dari Tuhan dan finish-nya pada Tuhan. Sementara Petrus, Petrus menjadi alat di tangan Tuhan untuk menjala dan menjala. Jangan ragukan Tuhan, Ia akan menyelesaikan pekerjaan yang harus diselesaikanNya bersama Petrus.


"Aduh, Tuhan, Petrus itu kan lemah, plin-plan, manusia biasa, gampang jatuh, kan bisa berdosa juga?" Silahkan sebut rentetan keterbatasan Petrus, dan Tuhan menjawab: "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu." Keterbatasan justru menjadi 'lahan subur' Tuhan untuk mengoptimalkan utusan-utusanNya. Bukankah Petrus sudah menyatakan diri di hadapan Tuhan sebagai pendosa di dalam perahunya dulu? Bukankah ia sendiri sadar akan keterbatasan dirinya? Maka hanya orang-orang pesimis dan tak berimanlah yang meragukan kehebatan Tuhan! Kalaupun mereka beriman, iman mereka tak berakar sama sekali.

Mengapa Petrus?

Tuhan memilih, Tuhan mempersiapkan. PanggilanNya kepada Petrus adalah sentuhan istimewa yang mengakar di dalam hati si penjala manusia itu. Siapapun tidak dapat mencabut rahmat panggilan itu dari dalam hatinya, karena sudah menyatu dan tak bisa diceraikan lagi. Petrus, si manusia biasa itu, memberikan hati dan dirinya untuk ditempa Tuhan sesuai kehendakNya. Ia dipanggil supaya menjadi baru, bukan seperti sebelumnya, dimana ia belum memiliki kedekatan dengan Tuhan, belum merasakan salib Tuhan yang kelak dipikulnya. Ia dipanggil karena Tuhan menghendaki dirinya menjadi penjala yang mengangkut semua orang ke dalam perahu Tuhan. Untuk panggilan yang sedemikian itu, Tuhan mempersiapkan dia selama Ia berada di dunia ini. Tiga tahun (sesuai waktu ‘keberadaan’ Tuhan) kiranya menjadi waktu yang cukup bagi Petrus untuk (dalam kelemahannya) percaya, mengerti, dan memahami secara pasti tugas perutusannya sendiri. Jadi, mengapa Petrus? Karena Tuhan memilihnya!

Petrus sudah mati, Petrus-Petrus sekarang siapa?


Petrus yang dulu itu sudah mati sebagai martir, menumpahkan darahnya demi Tuhan yang memanggilnya. Lalu siapakah pengganti setelah zamannya? Well, mengenai pribadi dan ‘kekuasaan’nya terdapat banyak diskusi panjang-lebar dan tiada hentinya, sudah sering digalakkan di mana-mana. Tapi pengganti-pengganti Petrus di sini ialah mereka-mereka yang memberikan dirinya secara utuh kepada Tuhan. Itulah para Imam Tuhan, para calon Imam, yang dengan kehendak bebas menyatakan kesediaan untuk merajut panggilan Tuhan dalam diri mereka. Ada yang bilang, mereka adalah orang-orang gila zaman ini. Entah apa maksud ‘bilang’-an orang itu, yang pasti mereka siap berjalan bersama Tuhan, lebih dekat di sisi kiri-kananNya, menjala ikan-ikan.


Dulu itu Petrus mengikuti Tuhan tiga tahun, sekarang petrus-petrus muda mengikuti Tuhan bertahun-tahun. Dulu itu, Petrus berjalan bersama Tuhan untuk mengenalNya, sekarang itu petrus-petrus muda duduk di bangku kuliah, bangku kapel, bangku meja makan, bangku perpustakaan, bangku persaudaraan, bangku kekeluargaan, bangku komunitas, bangku intelektualitas, bangku spiritualitas, bangku humanitas, bangku sosialitas, bangku solidaritas, bangku altruistik, bangku empatik, bangku simpatik, bangku dunia, untuk mengenalNya. Mereka berjalan bersama Tuhan, bukan berjalan di tempat, tetapi berpindah tempat duduk dari satu bangku ke bangku yang lainnya. Mereka mengenal Tuhan dengan cara itu, dengan kebebasan sejati dan dengan kepastian bahwa bahtera Tuhan untuk keselamatan dan perdamaian dunia. Sama seperti Petrus, mereka lemah, manusia biasa, masih butuh banyak doa dan motivasi yang membangun untuk cinta mereka yang utuh kepada Tuhan. Sepanjang waktu, selama hidup mereka, ibadat-ibadat umum dan pemecahan roti menjadi kebiasaan dan makanan mereka; inilah sukacita mendalam karena mereka tinggal di dalam Rahim Tuhan. Mungkin mereka takkan mati seperti Petrus, bahkan bisa berbalik arah dan bertemu Tuhan di persimpangan jalan menuju Rumah tempat semua orang pergi, lalu justru bertanya kepadaNya “Quo vadis Domine?” tetapi sekali mereka ditetapkan olehNya menjadi utusanNya, mereka takkan dapat mengingkari itu. Mereka akan sampai pada suatu masa dimana Tuhan menyapa mereka secara khusus, dalam intimitas yang serius, untuk diteguhkan kembali.

Wahai petrus-petrus muda, untuk apa kalian berlama-lama duduk di bangku-bangku itu? Apa kalian takkan lelah duduk dan duduk? Ternyata mereka harus berlama-lama di sana karena mereka harus pula lebih banyak mengenal Tuhan. Jikalau mereka lelah, mereka bukanlah pengganti petrus, mereka bukanlah ‘mereka yang siap diutus’ tetapi merekalah disiapkan Tuhan untuk hal lain yang Ia telah tetapkan pula. Jadi mereka harus ada di sana, duduk di sana, selama mungkin, sampai yang mereka katakan, yang mereka lakukan hanyalah Tuhan dan kehendakNya. Tidakkah mereka memiliki kesempatan untuk merasakan pelukan Tuhan yang mesra dan hangat selama mungkin? Tentu saja! Jatuh-bangun kemudian adalah hal biasa, pembentukan diri dan komitmen, keikhlasan menyertai, dan kesediaan ada di dalamnya. Bahwa mereka harus lebih banyak berbicara dengan dan tentang Tuhan sebagai proses dan tujuan pengenalan, serta lebih banyak berpikir tentang Tuhan. Goalnya jelas, supaya mereka kelak memperoleh banyak ikan dan membuktikan keselamatanNya di tengah-tengah dunia, tempat yang lebih dalam. J


PAX DOMINI SIT SEMPER VOBISCUM. 

Minggu, 02 April 2017

Jesus, the Resurrection and the Life (Yoh. 11:25)


"Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati" (Yoh 11:25).

Kalau Yesus berkata bahwa Dia adalah kebangkitan, itu karena Dia sungguh-sungguh dapat bangkit dari kematianNya dan sungguh-sungguh dapat membangkitkan orang yang sudah mati. Sebab, di dalam Dia tidak ada kematian, melainkan hidup.

Ia membangkitkan anak Yairus, pemuda di Nain dan Lazarus, itu adalah tanda-tanda nyata bahwa Dia mengubah kematian menjadi kehidupan. Itu juga bukti nyata bahwa Dia adalah Allah yang hidup, Mesias, Kristus, yang diurapi Bapa, yang datang melawat umatNya dan sebagai tebusan atas dosa-dosa manusia. Mereka-mereka yang dibangkitkan ini kelak akan mati lagi, tubuh mereka yang fana itu akan lenyap lagi, tetapi dengan Kebangkitan Yesus sendiri, mereka akan dibangkitkan lagi dalam Roh. Semua orang akan mengalami hal yang sama, yaitu akan mati, beralih dari hidup ini.

Pada saat kedatanganNya kembali, yaitu di akhir zaman, Yesus akan membangkitkan semua orang untuk dihakimiNya. Maka jelaslah saat itu, Ia akan memisahkan orang-orang benar dari yang jahat. Orang yang menerima Dia selama hidup akan diambilNya dan yang jahat dimasukan ke dalam api yang bernyala-nyala. Keadilan Yesus nampak secara nyata saat itu. Yesus menghubungkan iman akan kebangkitan itu dengan pribadiNya: “Akulah kebangkitan dan hidup (Yoh. 11:25). Pada hari kiamat Yesus sendiri akan membangkitan mereka, yang percaya kepadaNya (Bdk. Yoh. 5:24-25; 6:40) yang telah makan tubuhNya dan minum darahNya (Bdk. Yoh. 6:54) (KGK . 994).

Kita yang percaya kepadaNya, yang menerima Dia, akan beroleh kehidupan kekal bersama Dia dalam kemuliaan Allah. Nah, pada kebangkitan dan penghakiman itu, badan kita yang fana ini akan diubah menjadi badan rohani, yang tak dapat mati lagi untuk selama-lamanya. Tubuh kita mengalami kehancuran, sedangkan jiwa kita melangkah menuju Allah dan menunggu saat, dimana ia sekali kelak akan disatukan kembali dengan tubuhnya. Dalam kemahakuasaanNya, Allah akan menganugerahkan kepada tubuh kita secara definitif kehidupan abadi, waktu Ia menyatukannya lagi dengan jiwa kita berkat kebangkitan Yesus (KGK 997).


Penerimaan Ekaristi sudah memberi kepada kita satu gambaran terlebih dahulu mengenai perubahan rupa badan kita oleh Kristus: “Seperti roti yang berasal dari bumi, kalau ia menerima panggilan Allah, bukan lagi roti biasa, melainkan Ekaristi, yang terdiri dari dua unsur, unsur duniawi dan unsur surgawi, demikian juga tubuh kita, kalau menerima Ekaristi, tidak lagi takluk kepada kehancuran, tetapi memiliki harapan akan kebangkitan” (Ireneus, hear. 4, 18, 5) (KGK 1000).

“Para hamba Allah akan melihat wajah Allah, dan nama Allah akan tertulis di dahi mereka. Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya” (Why. 22:4-5).

PAX DOMINI SIT SEMPER VOBISCUM.