Sabtu, 25 Maret 2017

Yusuf, Suami Maria


Pernah, ada yang menganggap Yusuf, "ayah" dari Yesus, mempunyai anak-anak, selain Yesus. Anggapan ini melebar dengan menekankan bahwa Santa Maria berhubungan intim dengan Yusuf di kemudian hari. Anggapan konyol ini lahir dari ‘salah tafsiran’ terhadap Mat. 1:25, “tetapi tidak bersetubuh (Yusuf) dengan dia (Maria) sampai ia melahirkan anaknya laki-laki.” Padahal, Matius, sebagai penginjil, tidak melaporkan hal demikian, pun tidak bermaksud memberikan informasi seperti anggapan konyol itu.

Sebaliknya, Matius ingin memperjelas soal ketaatan dan ketulusan Yusuf sebagai seorang suami. Dan, perjumaapan Yusuf dengan malaikat Tuhan dalam mimpinya merupakan peneguhan atas apa yang dialami oleh Maria, isterinya yang sah. Yusuf taat kepada Tuhan sehingga ia mengambil Maria sebagai isterinya (baca Mat. 1:19-25). Apa yang dialami oleh Yusuf ini, terjadi di Nazareth, kota kehidupan atau kota keturunan, sesuai dengan arti nama kota ini.

Mengenai “ketulusan” hati Yusuf (Mat. 1:19), ini nampak dalam hal bahwa di satu pihak ia tidak mau memberikan nama kepada Anak yang akan dilahirkan Maria. Sebab ia sendiri tidak mengetahui asal-usul Anak itu. Di lain pihak, Yusuf tidak mau memaksa Maria menjalani pemeriksaan keras yang diperintahkan oleh Hukum (Ul. 22:20 dst) karena ia sangat yakin tentang kesucian Maria, isterinya.

Yusuf begitu bijaksana memutuskan persoalan ini, mempertimbangkan secara matang sebelumnya di bawah bimbingan Roh Kudus, dan mengambil Maria sebagai isterinya yang sah secara hukum. Ketulusan yang dimilikinya adalah bagian dari kesalehan yang ada di dalam dirinya. Ia tidak dapat dihantui oleh godaan kebingungannya dan tidak mencurigai Maria yang telah mengandung Yesus. Makanya, ia tidak dapat meninggalkan Maria (Mat. 1:19).

Mengenai Yusuf yang duda dan memiliki enam orang anak dari perkawinan pertama, lalu menikah dengan Maria, Mgr. Nicolaas Schneider CICM menulis, “Kisah ini dimaksudkan untuk menerangkan bagian Injil yang melukiskan tentang saudara-saudara Yesus (Mat. 12:46; Yoh. 2:12; 7:10). Keterangan yang sebenarnya ditemukan dalam makna kata bahasa Aram yang digunakan Yesus dan murid-muridNya. Bahasa Aram menggunakan kata yang sama untuk melukiskan saudara-saudara dan sepupu-sepupu, dan para pengarang Injil mengetahui bahwa hal ini akan berarti dan dipahami oleh umat yang menjadi tujuan penulisan Injil bila mereka menunjuk pada saudara-saudara Yesus. Yusuf dan Maria benar-benar menikah. Mereka memiliki hak-hak perkawinan secara penuh satu terhadap yang lain seperti lazimnya suami-isteri, walaupun mereka sendiri tidak menggunakan hak-hak itu. Alasan pokok teologis mengapa Yesus dilahirkan dari seorang perawan adalah bahwa Pribadi Kedua dalam Tri Tunggal Mahakudus itu telah ada sejak kekal. KelahiranNya sebagai manusia melalui Rahim Maria menunjukkan kehendak Allah untuk menjadi seorang anggota umat manusia dalam sebuah keluarga manusia. Yusuf – meskipun bukan ayah Yesus dalam arti fisik (biologis) – dihubungkan dengan Yesus oleh persatuan rohaniah seorang ayah, kewibawaan dan pelayanan.” Kiranya mengenai garis keturunan Yusuf amat jelas telah digambarkan oleh Matius dalam kitabnya (Mat. 1:1-17).

Yusuf sepertinya memiliki tipologi dalam Perjanjian Lama. Ia layaknya Yusuf, anak bungsu dari Yakub. Kehidupan Yesus diwarnai dengan unsur tipologis Yusuf ini dalam perannya sebagai seorang kepala rumah tangga. Nama “Yusuf” yang disebutkan dalam Perjanjian Lama disandang oleh suami Maria ini. Dilukiskan sebagai orang ‘benar’ dan ‘tulus.’ Dua Yusuf ini menerima pewahyuan melalui mimpi, sama-sama ‘dibuang’ ke Mesir dan peranan mereka dalam sejarah keselamatan yang dikerjakan Yesus cukup kelihatan. Bangsa Israel dibebaskan oleh Musa kala itu dan Yusuf memainkan peran penting di sana, dimana Musa menjadi pemimpin pembebasan itu. Sementara dalam Perjanjian Baru, Yusuf menjadi kepala keluarga, yaitu ‘ayah’ Yesus yang membebaskan manusia dari dosa.

Demikianlah Yusuf, suami Maria, menjadi pelindung bagi keluarga kudus dari Nazareth itu, sekaligus menjadi pelindung Gereja Universal. Sri Paus Pius IX menetapkan hal ini pada tanggal 8 Desember 1870 dan dirayakan oleh Gereja pada setiap tanggal 19 Maret. Tanggal 19 Maret ini ditetapkan oleh Sri Paus Pius XII sebagai Hari Raya utama Santo Yusus. Sri Paus Pius XI mengangkat Yusuf sebagai pelindung perjuangan Gereja melawan komunisme ateistik pada tahun 1937. Sementara pada tahun 1961, Sri Paus Yohanes XXIII memilih Yusuf sebagai pelindung surgawi Konsili Vatikan II. Nama “Yusuf” resmi dimasukan dalam Kanon Misa pada tahun 1962. Berbeda dengan tanggal 1 Mei, pesta pada tanggal ini dimaklumkan oleh Sri Paus Pius XII sebagai pesta Santo Yusuf Pekerja untuk menyatakan kembali keikutsertaan Gereja dalam karya penyelamatan Allah.


PAX DOMINI SIT SEMPER VOBISCUM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar