Pernah, ada yang menganggap
Yusuf, "ayah" dari Yesus, mempunyai anak-anak, selain Yesus. Anggapan
ini melebar dengan menekankan bahwa Santa Maria berhubungan intim dengan Yusuf
di kemudian hari. Anggapan konyol ini lahir dari ‘salah tafsiran’ terhadap Mat.
1:25, “tetapi tidak bersetubuh (Yusuf) dengan dia (Maria) sampai ia melahirkan
anaknya laki-laki.” Padahal, Matius, sebagai penginjil, tidak melaporkan hal
demikian, pun tidak bermaksud memberikan informasi seperti anggapan konyol itu.
Sebaliknya,
Matius ingin memperjelas soal ketaatan dan ketulusan Yusuf sebagai seorang
suami. Dan, perjumaapan Yusuf dengan malaikat Tuhan dalam mimpinya merupakan
peneguhan atas apa yang dialami oleh Maria, isterinya yang sah. Yusuf taat
kepada Tuhan sehingga ia mengambil Maria sebagai isterinya (baca Mat. 1:19-25).
Apa yang dialami oleh Yusuf ini, terjadi di Nazareth, kota kehidupan atau kota
keturunan, sesuai dengan arti nama kota ini.
Mengenai
“ketulusan” hati Yusuf (Mat. 1:19), ini nampak dalam hal bahwa di satu pihak ia
tidak mau memberikan nama kepada Anak yang akan dilahirkan Maria. Sebab ia
sendiri tidak mengetahui asal-usul Anak itu. Di lain pihak, Yusuf tidak mau
memaksa Maria menjalani pemeriksaan keras yang diperintahkan oleh Hukum (Ul.
22:20 dst) karena ia sangat yakin tentang kesucian Maria, isterinya.
Yusuf
begitu bijaksana memutuskan persoalan ini, mempertimbangkan secara matang
sebelumnya di bawah bimbingan Roh Kudus, dan mengambil Maria sebagai isterinya
yang sah secara hukum. Ketulusan yang dimilikinya adalah bagian dari kesalehan
yang ada di dalam dirinya. Ia tidak dapat dihantui oleh godaan kebingungannya
dan tidak mencurigai Maria yang telah mengandung Yesus. Makanya, ia tidak dapat
meninggalkan Maria (Mat. 1:19).
Mengenai
Yusuf yang duda dan memiliki enam orang anak dari perkawinan pertama, lalu
menikah dengan Maria, Mgr. Nicolaas Schneider CICM menulis, “Kisah ini
dimaksudkan untuk menerangkan bagian Injil yang melukiskan tentang
saudara-saudara Yesus (Mat. 12:46; Yoh. 2:12; 7:10). Keterangan yang sebenarnya
ditemukan dalam makna kata bahasa Aram yang digunakan Yesus dan murid-muridNya.
Bahasa Aram menggunakan kata yang sama untuk melukiskan saudara-saudara dan
sepupu-sepupu, dan para pengarang Injil mengetahui bahwa hal ini akan berarti
dan dipahami oleh umat yang menjadi tujuan penulisan Injil bila mereka menunjuk
pada saudara-saudara Yesus. Yusuf dan Maria benar-benar menikah. Mereka
memiliki hak-hak perkawinan secara penuh satu terhadap yang lain seperti
lazimnya suami-isteri, walaupun mereka sendiri tidak menggunakan hak-hak itu.
Alasan pokok teologis mengapa Yesus dilahirkan dari seorang perawan adalah bahwa
Pribadi Kedua dalam Tri Tunggal Mahakudus itu telah ada sejak kekal.
KelahiranNya sebagai manusia melalui Rahim Maria menunjukkan kehendak Allah
untuk menjadi seorang anggota umat manusia dalam sebuah keluarga manusia. Yusuf
– meskipun bukan ayah Yesus dalam arti fisik (biologis) – dihubungkan dengan
Yesus oleh persatuan rohaniah seorang ayah, kewibawaan dan pelayanan.” Kiranya
mengenai garis keturunan Yusuf amat jelas telah digambarkan oleh Matius dalam
kitabnya (Mat. 1:1-17).
Yusuf
sepertinya memiliki tipologi dalam Perjanjian Lama. Ia layaknya Yusuf, anak
bungsu dari Yakub. Kehidupan Yesus diwarnai dengan unsur tipologis Yusuf ini
dalam perannya sebagai seorang kepala rumah tangga. Nama “Yusuf” yang
disebutkan dalam Perjanjian Lama disandang oleh suami Maria ini. Dilukiskan
sebagai orang ‘benar’ dan ‘tulus.’ Dua Yusuf ini menerima pewahyuan melalui
mimpi, sama-sama ‘dibuang’ ke Mesir dan peranan mereka dalam sejarah
keselamatan yang dikerjakan Yesus cukup kelihatan. Bangsa Israel dibebaskan
oleh Musa kala itu dan Yusuf memainkan peran penting di sana, dimana Musa
menjadi pemimpin pembebasan itu. Sementara dalam Perjanjian Baru, Yusuf menjadi
kepala keluarga, yaitu ‘ayah’ Yesus yang membebaskan manusia dari dosa.
Demikianlah
Yusuf, suami Maria, menjadi pelindung bagi keluarga kudus dari Nazareth itu,
sekaligus menjadi pelindung Gereja Universal. Sri Paus Pius IX menetapkan hal
ini pada tanggal 8 Desember 1870 dan dirayakan oleh Gereja pada setiap tanggal
19 Maret. Tanggal 19 Maret ini ditetapkan oleh Sri Paus Pius XII sebagai Hari
Raya utama Santo Yusus. Sri Paus Pius XI mengangkat Yusuf sebagai pelindung
perjuangan Gereja melawan komunisme ateistik pada tahun 1937. Sementara pada
tahun 1961, Sri Paus Yohanes XXIII memilih Yusuf sebagai pelindung surgawi Konsili
Vatikan II. Nama “Yusuf” resmi dimasukan dalam Kanon Misa pada tahun 1962.
Berbeda dengan tanggal 1 Mei, pesta pada tanggal ini dimaklumkan oleh Sri Paus
Pius XII sebagai pesta Santo Yusuf Pekerja untuk menyatakan kembali
keikutsertaan Gereja dalam karya penyelamatan Allah.
PAX
DOMINI SIT SEMPER VOBISCUM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar