Selasa, 28 Maret 2017

Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah! (Yoh. 5:8)

(Youtube)

Lagi-lagi Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, seperti yang kita baca hari ini (28 Maret 2017) dalam Injil Yoh. 5:1-16. Tempat di mana Yesus menyembuhkan orang sakit itu ialah Yerusalem, dekat Pintu Gerbang Domba; di situ ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda (Yoh. 5:2).

(Israel Images)

Nama “Betesda” dalam naskah-naskah Yahudi berbeda-beda: ada Betzata, Betsaida atau Belseta. Nama ini berarti “rumah belaskasihan,” atau “rumah rahmat” atau juga “rumah kerahiman,” kurang lebih sesuai dengan fungsinya kala itu. Kolam Betesda ini memiliki lima serambi. Serambi yang kelima itu membagi kolam itu menjadi dua wadah tempat menampung air yang dipergunakan dalam Bait Allah. Di semping kedua wadah itu masih ada beberapa wadah kecil yang airnya dipergunakan dalam kuil seorang dewa yang dianggap bisa menyembuhkan orang sakit.

Di serambi inilah sejumlah besar orang sakit berbaring, dan menantikan goncangan air kolam di serambi itu (Yoh. 5:3). Berdasarkan keterangan orang sakit yang disembuhkan Yesus itu, ketika air pada kolam mulai goncang, orang-orang sakit di situ seperti berlomba-lomba untuk turun ke dalam kolam itu (Yoh. 5:7). Sebab mereka yakin, siapa yang terdahulu masuk ke kolam air ketika air mulai bergoncang, ia menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya (Yoh. 5:4). Praktis, orang yang disembuhkan Yesus itu tidak dapat masuk ke kolam karena selalu gagal nendahului orang-orang sakit yang lain. Tidak heran, waktu sakitnya terhitung 38 tahun (Yoh. 5:5).

Jadi untuk sembuh, orang-orang sakit di serambi Bait Allah itu seakan mengejar "nasib"nya sendiri-sendiri, berjuang sendiri, berusaha sendiri, menuju goncangan air pada kolam Betesda. Maksud hati memperoleh belaskasihan (sesuai nama "Betesda"), apa daya tangan dan kaki tak sanggup bergerak menuju "sumber kesembuhan" yang diidamkan.

(themanwhowrites)

Yesus memanfaatkan "keyakinan" dan pola pola pikir orang sakit itu sebagai jalan masuk untuk menyatakan diriNya sendiri. Kalau goncangan air itu menyembuhkan segala penyakit dalam diri manusia, Yesus justru menunjukkan bahwa Dialah penyembuh sejati. Ia menyembuhkan bukan hanya tubuh yang sakit, tetapi sekaligus jiwa si penderita. Yesus memberikan kesembuhan jasmani maupun rohani.

Perhatikan Yoh. 5:14, dimana Yesus berkata: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." Artinya, secara fisik, orang itu telah sembuh, dan secara rohani, ia pun sudah dibebaskan dari dosa. Siapa yang menyembuhkannya? Yesus! Ia menyembuhkan sakit dan dosa sekaligus. Mirip sekali penyembuhan ini dengan wanita Samaria yang bertemu dengan Yesus sebelumnya, "Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air" (Yoh. 3:15). Di kesempatan itu juga Yesus memberikan air hidup kepada sang wanita Samaria, yaitu Roh dan Kebenaran, suatu penyembahan kepada Allah dalam diri Kristus, Mesias yang akan datang (Yoh. 3:26). Maksudnya sama, Yesus menjadi inti dari penyembuhan dan pengampunan dosa orang-orang yang sakit dan telah sembuh.

Namun demikian, tetap diingat bahwa Yesus tidak menyatakan kalau sakit atau penyakit adalah akibat dari dosa. Dahulu orang-orang berpadangan demikian (Yoh. 9:2), seolah-olah sakit adalah akibat dari dosa. Sebaliknya, Yesus memperingatkan dan menegaskan bahwa karunia penyembuhannya mewajibkan dia untuk bertobat (bdk. Mat. 9:2-8). Andaikata orang itu lupa bertobat, ia akan tertimpa hal yang lebih buruk dari pada penyakit dahulu (Yoh. 5:14). Itulah sebabnya, Yesus menyatakan bahwa (setiap) penyembuhan yang dilakukanNya merupakan langkah pernyataan kemuliaan Allah (bdk. Yoh. 2:11, 9:3).

Kalau demikian, Yesus membuat mujizat. Dan, ketahuilah bahwa mujizat itu adalah "tanda" kebangkitan rohani (Yoh. 4:24). "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah" (Yoh. 5:8). Kebangkitan rohani ini bermula dari inisiatif Yesus untuk memyembuhkan: "Maukah engkau sembuh?" (Yoh. 5:6). Penjelasan orang sakit itu mengenai situasi di serambi Bait Allah (Yoh. 5:7) menunjukkan bahwa ia memang mau sembuh. Maka Yesus memperhitungkan kemauan si penderita sakit. Mujizat terjadi dalam diri seseorang apabila Allah berinisiatif untuk memberikan kesembuhan dan adanya kemauan untuk disembuhkan dalam diri orang yang sakit. Maka mujizat adalah suatu tawaran dan "persetujuan" manusia yang lahir dari kehendak bebasnya untuk menerima tawaran Allah. Tidak ada otomatisme! Dengan demikian, kita dapat sampai pada kesimpulan: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah."

Perhatikan juga kenyataan ini: Yesus menyembuhkan orang sakit itu pada hari Sabat (Yoh. 5:9b, 16). Lagipula orang yang sudah sembu itu tidak boleh mengangkat tilamnnya pada hari Sabat itu, sebab orang tidak boleh bekerja pada hari itu. "Sabat" dalam bahasa Ibrani berarti "Sabbath" yang terjemahannya adalah "istirhat." Ini adalah hari terakhir dalam sepekan menurut perhitungan Yahudi: hari yang disucikan dengan ibadah kepada Allah dan praktis berarti berhenti bekerja (Kel. 20:10; 31:13-17). Yesus kerap kali menentang praktek Sabat yang terlalu legalistis ini (Mat. 12:9-14; Mrk. 2:23-28; Luk. 13:10-17), dan sebaliknya Ia menyatakan bahwa "Anak Manusia adalah tuan atas hari Sabat" (Mrk. 2:28; Yoh. 5:2-18).

Sudah pasti orang-orang Yahudi meragukan Yesus; Dia bukan Mesias (Kristus), apalagi Allah. Malahan, kata mereka, tindakan penyembuhan yang dilakukan Yesus berasal dari seorang yang berdosa (Yoh. 9:16). Dalam hal ini, mereka ini sama sekali tidak tanggap akan kehadiran Mesias (Putera Allah) dan tanda-tanda yang dilakukanNya. Tidak heran, mereka berusaha menganiaya Yesus karena Ia melawan hari Sabat (Yoh. 5:16). Maka benarlah kata-kata Yesus sendiri dalam Mat. 11:25 dan Luk. 10:21.

(Catholic Herald)

Orang Katolik yang terkasih, "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah" adalah pernyataan Yesus yang penuh dengan kuasa. Bagi orang sakit itu, ia memperoleh kesembuhan karena kepercayaannya pada Yesus. Bagi kita, yang nota bene dilahirkan dalam Kristus melalui Baptisan Suci, adalah pernyataan yang menimbulkan dalam diri kita kesadaran untuk bertobat. Sebagaimana di Betesda (rumah belaskasihan, rumah rahmat, rumah kerahiman), kitapun berhak memperoleh belaskasihan Allah, meskipun kita telah jatuh dalam jurang dosa yang paling mengerikan dan mematikan. Sesaat saja kita MAU untuk menerima kehadiran Allah dan kehendakNya untuk mengampuni dosa kita (yang lebih dahulu datang kepada kita), kita pasti dibebaskan dari segala dosa kita. Pergilah ke ruang pengakuan dosa dan terimalah rahmat belaskasihan Allah melalui tangan sang Imam Kristus yang terurapi. Di sana kita akan diampuni Allah dan diperkenankan untuk hidup baru. Jikalau sudah bertobat dan menerima pengampunan dari Allah, hasilkanlah buah-buah yang sesuai pertobatan itu (Luk. 3:8) dan jangan berbuat dosa lagi (Yoh. 5:16).

Sumber utama: Kitab Suci Katolik – Pax Domini sit semper vobiscum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar