Romo Böhm yang
memimpin Ekaristi pagi tadi bersaksi demikian, “Sejak kecil saya sudah belajar
untuk menaruh Yesus dalam segala pengalaman hidup saya. Saat berjumpa dengan
pengalaman yang ini, bagaimana Yesus berbicara tentang hal ini? Apa yang
dikehendaki Yesus dengan kejadian ini? begitu seterusnya sampai sekarang.” Dan
ketahuilah, beliau adalah panutan hebat di sini, minimal bagi saya secara
pribadi.
Maksudnya jelas, agar kehendak Tuhanlah yang
terjadi atas hidup ini. Apa kehendak Tuhan kepada Petrus yang bertanya, “Tuhan,
sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap
aku? Sampai tujuh kali?” (Mat. 18:21). “Bukan! Aku berkata kepadamu: bukan
sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat. 18:22).
“Mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali?
Bagaimana mungkin? Bukankah ini terlihat sangat rumit? Oh Tuhan, saya tak
sanggup!”
Memang Anda tak sanggup bila mengandalkan
kemampuan sendiri, sebab manusia pada hakikatnya terbatas, lemah, dan tidak
bisa bekerja sendiri. Ia “harus” bekerja sama dengan Allah, Tuhan, yang
Mahabelaskasih. Kita sepakat bahwa mengampuni sampau tujuh puluh kali tujuh
kali merupakan pengampunan yang tanpa batas, terus-menerus, tiada hentinya.
Tetapi dari sisi lain, kita membutuhkan rahmat Allah untuk membantu kita
mewujudkan pengampunan yang tanpa batas itu.
Yesus menghubungkan tindakan mengampuni sampai
tujuh puluh kali tujuh kali ini dengan Kerajaan Sorga. Pemilik Kerajaan Sorga
itu adalah Allah sendiri, yang hendak mengadakan perhitungan dengan
hamba-hambaNya. Salah seorang hamba ternyata berhutang kepadaNya, dan sesegera
mungkin hamba itu harus melunaskannya. Akan tetapi, sang hamba itu tidak mampu
melunaskan hutangnya sehingga sujud menyembah kepadaNya lalu berkata: “Sabarlah
dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.” Apa yang terjadi setelah itu? Allah
tergerak hati oleh belas kasihan akan hambaNya itu, sehingga Ia membebaskannya
dan menghapuskan hutangnya.
Perhatikanlah, di dalam Kerajaan Sorga ada hati
yang tergerak oleh belas kashian. Pemilik hati itu adalah Allah. Belas kasihan
Allah membebaskan dan menghapuskan hutang hamba itu. Tidak ada sisa, malahan
bersih; hutangnya dilupakan dan tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Inilah arti
terdalam dari pengampunan yang tanpa batas: “tujuh puluh kali tujuh kali.”
Sakramen Tobat di dalam Gereja memberikan rahmat ini, sebab Allah mengampuni
dengan segenap hatiNya.
Sangat disayangkan karena setelah semua itu,
hamba itu tidak belajar dari Allah yang telah memberi pengampunan kepadanya. Ia
pergi dan mendapati seorang hamba lain, yang kebetulan berhutang kepadanya. Ia
menangkap dan mencekik kawannya itu dan menyuruh membayar hutangnya. Meski
kawannya sudah bersujud dan memohon, tetap hamba itu bersih keras dan
menyerahkan kawannya ke dalam penjara sampai ia melunaskan hutangnya. Di
sinilah keterbatasan manusia, tidak mampu mengampuni dan membebaskan, apalagi
menghapuskan hutang. Hati hamba itu masih tertutup, belum tergerak oleh belas
kasihan.
“Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu
seperti aku telah mengasihani engkau? Maka Bapa-Ku yang di Sorga akan berbuat
demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni
saudaramu dengan segenap hatimu” (Mat. 18:33,35).
“Mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali”
hanya lahir dari hati yang berbelas kasihan, hati yang tidak lagi memikirkan
kesalahan orang, melainkan melihat orang lain sebagai sesamanya. “Engkau masih
tak sanggup?” Belajarlah dari Yesus, yang menunjukkan secara nyata kesungguhan
belas kasihan itu, yang rela disalibkan untuk semua orang dan mendoakan para
penjahat dari kayu salib: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu
apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34).
Rasul Yohanes menegaskan supaya kita “menjadi
anak” di depan Allah. Sebab syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga adalah
orang harus “dilahirkan kembali” (Yoh. 3:7), “dilahirkan dari Allah” (Yoh.
1:13), supaya “menjadi anak Allah” (Yoh. 1:12) [KGK 526]. Untuk memenuhi
pengampunan “tujuh puluh kali tujuh kali” ini, orang mesti menjadi anak Allah,
belajar dariNya, memohonkan rahmatNya, mendengarkan Roh Kudus di dalam hatinya,
memiliki hati yang berbelas kasihan, supaya sanggup melaksanakan kehendakNya
itu. Mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Ketahuilah, ini adalah
tugas dan kewajiban hamba-hamba Kerajaan Sorga.
PAX DOMINI SIT SEMPER VOBISCUM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar