Pekan Adven II, Tahun A (P)
Peringatan Wajib St. Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja
Mengapa engkau berkata
demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: “Hidupku tersembunyi dari
Tuhan dan hakku tidak diperhatikan Allahku?” (Yes. 40:27).
Nabi Yesaya memperlihatkan bahwa umat pilihan, yaitu Israel, ragu-ragu terhadap karya keselamatan yang direncanakan Allah. Keragu-raguan ini muncul dalam masa-masa pembuangan di Babel. Dalam masa-masa pembuangan di Babel itu, orang hilang kesabaran dan tidak mau lagi belajar untuk tunduk kepada Allah. Seolah-olah haknya untuk selamat telah ditiadakan dan diambil alih. Itu artinya Allah jauh dari mereka dan hak mereka sudah tidak ada lagi. Karenanya Allah mempertanyakan bangsaNya sendiri.
Yakub atau Israel ialah segenap umat keturunan Yakub-Israel. Yang dimaksudkan ialah umat yang di pembuangan di Babel. Umat itu ragu-ragu kalau-kalau ditinggalkan Allah; keraguan yang sama dituliskan oleh Yehezkiel (Yeh. 37:11) di waktu pembuangan di Babel: "FirmanNya kepadaku: Hai anak manusia, tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel. Sungguh mereka sendiri mengatakan: Tulang-tulang kami sudah menjadi kering, dan pengharapan kami sudah lenyap, kami sudah hilang."
Di kemudian hari, dalam nubuatan nabi Yesaya, Israel tetap meragukan Allah dan Allah memberi ketegasan tentang itu, "Sion berkata: Tuhan
telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku. Dapatkah seorang
perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari
kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak melupakan engkau. Lihat Aku
telah melukiskan engkau di telapak tanganKu; tembok-tembokmu tetap di ruang
mataKu" (Yes. 49:14-16).
Allah sendiri berkata bahwa Ia adalah penguasa segala sesuatu. Maka "Arahkanlah matamu ke langit dan ilahatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekalian?" (Yes. 40:26). Dahulu orang-orang Babel memuja bintang-bintang sebagai dewa dan menyebutnya sebagai bala tentara langit. Padahal itu adalah ciptaan Allah yang tidak mereka ketahui. Pada saatnya 'bala tentara' itu akan dilenyapkan (bdk. Yes. 34:4).
Allah Israel adalah Tuhan yang setia. Meskipun Ia membuang Israel ke Babel namun Ia tidak meninggalkan bangsa itu. Bangsa Israel ragu akan Allah, itu adalah pilihan bebasnya sendiri, namun Allah tidak dapat menyangkal diriNya sendiri. Ia tidak menyembunyikan diri bagi mereka dan tetap memperhatikan hak mereka. Mereka tetap akan diselamatkan oleh Allah karena Ia selalu memperhitungkan mereka. Ia akan membuka kubur-kubur Israel dan membangkitkan bangsa itu, umat pilihanNya, dan akan membawa mereka ke tanah Israel, tanah pembebasan (Yeh. 37:12). Maka, walaupun seorang ibu dapat melupakan anak kandungnya sendiri, Allah tidak dapat melupakan Israel, sebab Ia adalah setia.
“Marilah kepada-Ku, semua yang
letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah
kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah
hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu
enak dan beban-Kupun ringan" (Mat. 11:28-30).
Ini adalah ajarak Juruselamat. Kepada bangsa Israel Allah menyatakan diriNya sebagai Dia yang memperhatikan bangsa itu. Kini dalam diri Yesus, Ia menyatakan dengan jelas bahwa semua orang mestilah datang kepadaNya. Apalagi mereka yang letih lesu dan berbeban berat. Dari padaNya akan diterima kelegaan bagi mereka.
Beban berat yang dimaksudkan Yesus itu ialah hukum Taurat yang masih ditambah oleh apa yang dibebankan oleh orang Farisi. Matius mencatat bahwa orang-orang Farisi mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetap mereka sendiri tidak mau menyentuhnya (Mat. 23:4).
Orang-orang Farisi ini adalah kelompok orang-orang Yahudi saleh yang terbentuk sekitar abad kedua SM. Mereka menerima hukum tertulis dan lisan dan dengan amat teliti menaati berbagai macam kewajiban dengan tuntunan 366 aturan positif dan 250 aturan negatif. Mereka acap kali menentang Yesus karena Ia mengampuni dosa, melanggar peraturan Sabat, dan bergaul dengan pendosa. Sebaliknya, Yesus melawan sikap legalisme lahiriah dan formalisme pembenaran diri mereka (Mrk. 7:1-23; Luk. 18:9-14). Meskipun demikian, injil juga menceritakan adanya orang Farisi yang membela dan menerima Yesus (Luk. 7:36; 13:31; Yoh. 7:50-51; 19:39). Gamaliel, seorang Farisi yang menjadi guru St. Paulus memberi nasihat agar berhati-hati mengenai masalah yang berhubungan dengan para rasul (Kis. 5:34-40). Di samping St. Paulus, ada beberapa orang Farisi yang menjadi Kristiani (Kis. 15:5). Sesudah pemberontakan Bar-Kokhba (135 M), tradisi orang-orang Farisi disimpan oleh para rabi dan Mishna.
Sementara kuk yang dimaksudkan Yesus adalah 'kuk hukum Taurat.' Ini merupakan kiasan yang lazim digunakan di antara para rabi Yahudi kala itu (lih. Zef. 3:9, LXX; Rat. 3:27, Yer. 2-20; 5:5; bdk. Yes. 14:25, Sir. 6:24-30; 51:26-27). Dahulu, para nabi menggunakan kiasan itu (seperti Yesus) untuk menerangkan hikmat yang bebannya ringan dan menyenangkan. Hikmat berbeban ringan ini akan dipasang oleh Yesus untuk dipikul oleh setiap orang yang datang kepadaNya. Maka belajar dari Yesus tidak lain adalah berjalan menuju Guru Hikmat yang sejati.
Yesus menyebut diriNya lemah lembut, seperti orang-orang miskin, sebab Ia Guru Hikmat bagi orang-orang miskin seperti yang dikenal dalam Perjanjian Lama. Ia mengajak semua pendengarNya kala itu datang kepadaNya supaya melihat diriNya sebagai teladan, contoh dan panutan hikmat dari Sorga. Ia memiliki kerendahan hati sehingga semua orang akan tenang berada di dalam Dia. Ia tidak seperti orang-orang Farisi yang memasang beban berat pada bahu orang melainkan memberikan pikulan kuk hikmat yang enak dan meringankan.
Ajaran Gereja Katolik
Keraguan yang sama seperti nubuat nabi Yesaya dan Yehezkiel dalam Perjanjian Lama jangan sampai terulang. Kedatangan Yesus ke dunia, dalam Natal yang Gereja peringati dan rayakan setiap tahun, menjadi bukti kuat bahwa Allah tetap setia kepada umatNya.
Sabda sudah menjadi manusia, supaya dengan
demikian kita mengenal cinta Allah: “Kasih Allah dinyatakan di tengah
tengah kita yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia,
supaya kita hidup oleh-Nya” (1 Yoh. 4:9). “Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”
(Yoh. 3:16) - KGK 458.
Sabda menjadi manusia, untuk menjadi contoh
kekudusan bagi kita: "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu" (Mat. 11:29). "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada
seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh. 14:6).
Dan di atas gunung transfigurasi, Bapa memerintah: "Dengarkanlah Dia" (Mrk. 9:7). Yesus adalah gambaran inti dari sabda bahagia dan norma hukum yang
baru: "Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi
kamu" (Yoh. 15:12). Kasih ini menuntut penyerahan diri sendiri, dengan mengikutinya (KGK 549).
Ia sendiri telah mempertegas kedatanganNya sebagai Guru Hikmat dan pemasang kuk enak serta ringan sebab Ia lemah lembut dan rendah hati. Dengan menjadi manusia, Ia menunjukkan kerendahan hatiNya yang dijiwai oleh kasih sehingga menebus dosa semua orang beriman. Maka ajakanNya untuk datang kepadaNya mengambil cara hidup baru yaitu belajar dariNya supaya kita memperoleh hidup kekal. Sebab Bapa di Sorga menghendaki agar semua orang mendengarkanNya dan mengikuti ajakanNya. Kiranya Masa Adven memberikan cahaya dan warna baru yaitu merelakan diri untuk bertobat dengan belajar dari padaNya, Guru Hikmat yang Agung.
Sumber bacaan: Kitab Suci Katolik, Kamus Teologi (Katolik), Catatan Kuliah Tafsir Kitab Suci (Injil Sinoptik)
Sumber bacaan: Kitab Suci Katolik, Kamus Teologi (Katolik), Catatan Kuliah Tafsir Kitab Suci (Injil Sinoptik)
In te Domine speravi non confundar in aeternum
(Pict:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar