Jumat, 09 Desember 2016

Sebagai Hamba dan Pengantara seperti Maria

Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:38).

8 Desember adalah Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda. Hari Raya ini dirayakan oleh dan dalam Gereja Katolik atas keyakinan bahwa Maria tidak pernah berada dalam keadaan noda (dosa) sejak awal hidupnya, terhitung mulai saat janin Maria terbentuk dalam rahim Santa Anna, ibunda Maria. Maka untuk menghormati Maria, Bunda Allah, Gereja Katolik mengambil perikop Luk. 1:26-38 untuk dijadikan Bacaan Liturgi bagi seluruh anggota Gereja di dunia pada tanggal 8 Desember ini.


Pada kesempatan yang sama, 8 Desember 2016, kami di Keuskupan Amboina, bergembira bersama para Suster Tarekat Maria Mediatrix yang mensyukuri rahmat Tuhan bagi para anggota tarekat mereka. Ada yang 'menembus' angka 25 Tahun hidup membiara, ada yang mengucapkan atau mengikrarkan Kaul Kekal dan ada pula yang baru menerima Busana Rohani. Acara Syukur ini dibingkai dengan tema: Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:38) dan Ekaristi Kudus yang dipimpin oleh Mgr. John Philipus Saklil, PR, menyatukan semua orang. 

Satu yang paling berkesan dalam Ekaristi Kudus itu ialah Homili yang dibawakan oleh Mgr. John Saklil. Dengan tema di atas, Mgr. John memberikan peneguhan yang begitu indah karena menyentuh seluruh aspek kehidupan Gereja Katolik pada umumnya, dan menggugah semangat hidup para Rohaniwan/i serta Biarawan/i, teristimewa para anggota Tarekat Maria Mediatrix yang berbahagia. 

Mgr. John melihat dua hal penting dalam tema yang diusung itu, yaitu hidup sebagai "hamba" dan "pengantara" Tuhan. Baginya, Maria dipilih Allah karena jawaban kesediaan Maria yang mau dan rela menjadi hamba Allah. Seorang hamba tidak lain adalah orang yang bekerja untuk majikan, tuan, bos. Majikan itu telah mengambil hak sang hamba sehingga hamba hanya mengikuti dan melaksanakan perintah majikannya. Ia melayani dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan, bahkan keinginan sang majikan. Maria, Bunda Allah, sama! Ia memberikan haknya seutuhnya kepada Allah. Allah telah mengambil hak Maria agar Maria dapat melaksanakan kehendak Allah sepenuhnya. Bagaimana dengan kita, apakah kita dapat menjadi hamba di masa sekarang ini?

Dengan menyerahkan diri kepada Allah sebagai hambaNya, Maria sebetulnya memproyeksikan dirinya sebagai 'pengantara' Tuhan bagi semua orang. Jawaban Maria, "jadilah padaku menurut perkataanmu itu" melahirkan tugas untuk dirinya sendiri, yaitu menjadi pengantara bagi semua orang. Ia menjadi "mediatrix" dalam hidup beriman semua orang Kristen. Rahmat yang diterima Maria adalah rahmat untuk semua orang, yaitu Yesus Kristus. Ia mengandung dan melahirkan serta membesarkan Yesus Kristus agar Puteranya ini menyelamatkan banyak orang. Maka tugas orang beriman adalah menjadi pengantara bagi orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus; inilah tugas dan misi Gereja Katolik sepanjang zaman. 

Mgr. John mengoreksi dan menunjuk tugas kepengantaraan orang beriman itu dalam hidup komunitas dan keluarga. Dalam hidup komunitas, tugas kepengantaraan kita dapat ditunjukkan lewat relasi persaudaraan yang dibangun. Dalam hidup keluarga, tugas kepengantaraan itu dapat dibangun dengan saling mengenal, sebab dekat secara fisik belum tentu saling mengenal. Komunitas adalah juga keluarga, di mana ada rasa saling memiliki, saling mencintai, saling memberi dukungan dan saling berbagi di sana. Ini tugas dan misi kepengantaraan yang paling relevan saat ini. Dengan ini, semangat, gaya dan cara hidup Maria itu menjadi cermin dan pengudusan bagi setiap orang yang belindung di dalam doa-doanya. 

Semoga Bunda Maria senantiasa mendoakan kita supaya kita menjadi hamba dan pengantara keselamatan, kebahagiaan dan kerukunan dalam dunia zaman ini. Sebab Yesus Kristus hidup untuk semua orang, mengorbankan diriNya demi kebahagiaan kita semua. Sebagai seorang calon imam, saya ingin meneladani peran Bunda Maria dalam kehidupan orang beriman di seluruh dunia. Ya Bunda, doakanlah kami kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami!

In te Domine speravi, non confundar in aeternum

Rabu, 07 Desember 2016

Ajakan Juruselamat

Pekan Adven II, Tahun A (P)

Peringatan Wajib St. Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja

 Perjanjian Lama

Mengapa engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: “Hidupku tersembunyi dari Tuhan dan hakku tidak diperhatikan Allahku?” (Yes. 40:27).

Nabi Yesaya memperlihatkan bahwa umat pilihan, yaitu Israel, ragu-ragu terhadap karya keselamatan yang direncanakan Allah. Keragu-raguan ini muncul dalam masa-masa pembuangan di Babel. Dalam masa-masa pembuangan di Babel itu, orang hilang kesabaran dan tidak mau lagi belajar untuk tunduk kepada Allah. Seolah-olah haknya untuk selamat telah ditiadakan dan diambil alih. Itu artinya Allah jauh dari mereka dan hak mereka sudah tidak ada lagi. Karenanya Allah mempertanyakan bangsaNya sendiri.

Yakub atau Israel ialah segenap umat keturunan Yakub-Israel. Yang dimaksudkan ialah umat yang di pembuangan di Babel. Umat itu ragu-ragu kalau-kalau ditinggalkan Allah; keraguan yang sama dituliskan oleh Yehezkiel (Yeh. 37:11) di waktu pembuangan di Babel: "FirmanNya kepadaku: Hai anak manusia, tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel. Sungguh mereka sendiri mengatakan: Tulang-tulang kami sudah menjadi kering, dan pengharapan kami sudah lenyap, kami sudah hilang." 

Di kemudian hari, dalam nubuatan nabi Yesaya, Israel tetap meragukan Allah dan Allah memberi ketegasan tentang itu, "Sion berkata: Tuhan telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku. Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak melupakan engkau. Lihat Aku telah melukiskan engkau di telapak tanganKu; tembok-tembokmu tetap di ruang mataKu" (Yes. 49:14-16).

Allah sendiri berkata bahwa Ia adalah penguasa segala sesuatu. Maka "Arahkanlah matamu ke langit dan ilahatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekalian?" (Yes. 40:26). Dahulu orang-orang Babel memuja bintang-bintang sebagai dewa dan menyebutnya sebagai bala tentara langit. Padahal itu adalah ciptaan Allah yang tidak mereka ketahui. Pada saatnya 'bala tentara' itu akan dilenyapkan (bdk. Yes. 34:4).

Allah Israel adalah Tuhan yang setia. Meskipun Ia membuang Israel ke Babel namun Ia tidak meninggalkan bangsa itu. Bangsa Israel ragu akan Allah, itu adalah pilihan bebasnya sendiri, namun Allah tidak dapat menyangkal diriNya sendiri. Ia tidak menyembunyikan diri bagi mereka dan tetap memperhatikan hak mereka. Mereka tetap akan diselamatkan oleh Allah karena Ia selalu memperhitungkan mereka. Ia akan membuka kubur-kubur Israel dan membangkitkan bangsa itu, umat pilihanNya, dan akan membawa mereka ke tanah Israel, tanah pembebasan (Yeh. 37:12). Maka, walaupun seorang ibu dapat melupakan anak kandungnya sendiri, Allah tidak dapat melupakan Israel, sebab Ia adalah setia. 

Perjanjian Baru

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan" (Mat. 11:28-30). 

Ini adalah ajarak Juruselamat. Kepada bangsa Israel Allah menyatakan diriNya sebagai Dia yang memperhatikan bangsa itu. Kini dalam diri Yesus, Ia menyatakan dengan jelas bahwa semua orang mestilah datang kepadaNya. Apalagi mereka yang letih lesu dan berbeban berat. Dari padaNya akan diterima kelegaan bagi mereka. 

Beban berat yang dimaksudkan Yesus itu ialah hukum Taurat yang masih ditambah oleh apa yang dibebankan oleh orang Farisi. Matius mencatat bahwa orang-orang Farisi mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetap mereka sendiri tidak mau menyentuhnya (Mat. 23:4). 

Orang-orang Farisi ini adalah kelompok orang-orang Yahudi saleh yang terbentuk sekitar abad kedua SM. Mereka menerima hukum tertulis dan lisan dan dengan amat teliti menaati berbagai macam kewajiban dengan tuntunan 366 aturan positif dan 250 aturan negatif. Mereka acap kali menentang Yesus karena Ia mengampuni dosa, melanggar peraturan Sabat, dan bergaul dengan pendosa. Sebaliknya, Yesus melawan sikap legalisme lahiriah dan formalisme pembenaran diri mereka (Mrk. 7:1-23; Luk. 18:9-14). Meskipun demikian, injil juga menceritakan adanya orang Farisi yang membela dan menerima Yesus (Luk. 7:36; 13:31; Yoh. 7:50-51; 19:39). Gamaliel, seorang Farisi yang menjadi guru St. Paulus memberi nasihat agar berhati-hati mengenai masalah yang berhubungan dengan para rasul (Kis. 5:34-40). Di samping St. Paulus, ada beberapa orang Farisi yang menjadi Kristiani (Kis. 15:5). Sesudah pemberontakan Bar-Kokhba (135 M), tradisi orang-orang Farisi disimpan oleh para rabi dan Mishna.

Sementara kuk yang dimaksudkan Yesus adalah 'kuk hukum Taurat.' Ini merupakan kiasan yang lazim digunakan di antara para rabi Yahudi kala itu (lih. Zef. 3:9, LXX; Rat. 3:27, Yer. 2-20; 5:5; bdk. Yes. 14:25, Sir. 6:24-30; 51:26-27). Dahulu, para nabi menggunakan kiasan itu (seperti Yesus) untuk menerangkan hikmat yang bebannya ringan dan menyenangkan. Hikmat berbeban ringan ini akan dipasang oleh Yesus untuk dipikul oleh setiap orang yang datang kepadaNya. Maka belajar dari Yesus tidak lain adalah berjalan menuju Guru Hikmat yang sejati. 

Yesus menyebut diriNya lemah lembut, seperti orang-orang miskin, sebab Ia Guru Hikmat bagi orang-orang miskin seperti yang dikenal dalam Perjanjian Lama. Ia mengajak semua pendengarNya kala itu datang kepadaNya supaya melihat diriNya sebagai teladan, contoh dan panutan hikmat dari Sorga. Ia memiliki kerendahan hati sehingga semua orang akan tenang berada di dalam Dia. Ia tidak seperti orang-orang Farisi yang memasang beban berat pada bahu orang melainkan memberikan pikulan kuk hikmat yang enak dan meringankan.

Ajaran Gereja Katolik

Keraguan yang sama seperti nubuat nabi Yesaya dan Yehezkiel dalam Perjanjian Lama jangan sampai terulang. Kedatangan Yesus ke dunia, dalam Natal yang Gereja peringati dan rayakan setiap tahun, menjadi bukti kuat bahwa Allah tetap setia kepada umatNya. 

Sabda sudah menjadi manusia, supaya dengan demikian kita mengenal cinta Allah: “Kasih Allah dinyatakan di tengah tengah kita yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia, supaya kita hidup oleh-Nya” (1 Yoh. 4:9). “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16) - KGK 458. 

Sabda menjadi manusia, untuk menjadi contoh kekudusan bagi kita: "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu" (Mat. 11:29). "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh. 14:6). Dan di atas gunung transfigurasi, Bapa memerintah: "Dengarkanlah Dia" (Mrk. 9:7). Yesus adalah gambaran inti dari sabda bahagia dan norma hukum yang baru: "Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yoh. 15:12). Kasih ini menuntut penyerahan diri sendiri, dengan mengikutinya (KGK 549).

Ia sendiri telah mempertegas kedatanganNya sebagai Guru Hikmat dan pemasang kuk enak serta ringan sebab Ia lemah lembut dan rendah hati. Dengan menjadi manusia, Ia menunjukkan kerendahan hatiNya yang dijiwai oleh kasih sehingga menebus dosa semua orang beriman. Maka ajakanNya untuk datang kepadaNya mengambil cara hidup baru yaitu belajar dariNya supaya kita memperoleh hidup kekal. Sebab Bapa di Sorga menghendaki agar semua orang mendengarkanNya dan mengikuti ajakanNya. Kiranya Masa Adven memberikan cahaya dan warna baru yaitu merelakan diri untuk bertobat dengan belajar dari padaNya, Guru Hikmat yang Agung. 

Sumber bacaan: Kitab Suci Katolik, Kamus Teologi (Katolik), Catatan Kuliah Tafsir Kitab Suci (Injil Sinoptik)

In te Domine speravi non confundar in aeternum

Selasa, 06 Desember 2016

Engga, kalau ada apa-apa, hubungi saya ya...

Ahh.. kebetulan sekali malam ini bisa lihat Gembala ini lagi, walau cuma lewat pict ini; Mgr. Petrus Boddeng Timang, PR.



Tahun lalu ketika mampir ke Keuskupan Amboina, saya menjadi pendampingnya selama berada di sini. Kerendahan hatinya amat nampak. Beliau banyak bercerita tentang Keuskupan Banjarmasin yang menjadi wilayah pelayanannya. Cerita yang menyentuh adalah ketika beliau harus menunggu dalam waktu yang lama untuk mengunjungi paroki-paroki yang memang amat sulit untuk dikunjungi. Kadang kala harus melawan situasi rumit, banjir atau jembatan terputus, jalan yang belum jadi dst. Belum lagi, Keuskupan Banjarmasin masih kekurangan Imam. Jadinya beliau melayani dan bekerja ekstra keras.

"Engga, kalau ada apa-apa, hubungi saya ya..." Saya mengerti maksud Bapa Uskup dan hanya bisa tersenyum dan menjawab "Iya, Bapa Uskup." Sebelum pulang ke Keuskupannya, Bapa Uskup meninggalkan nomor teleponnya dan berharap agar kami tetap berkomunikasi. Semoga tetap dalam lindunganNya ya Bapa Uskup. Saya tak akan melupakan kebaikanmu https://www.facebook.com/images/emoji.php/v6/f4c/1/16/1f642.png:)

Kerendahan hatinya memikat hati saya sebagai seorang calon imam. Betapa tidak, berjalan kaki pun ia rela. Ketika tinggal di hotel, Bapa Uskup disediakan sebuah mobil khusus untuk diantar dan dijemput, beliau ingin berjalan kaki untuk mendapatkan sarapan atau makan siangnya di rumah Keuskupan Amboina. Memang dekat jaraknya, tetapi kesediaan dan kerelaannya terlihat dengan jelas. 



Kalau di dalam mobil itu, beliau suka berceloteh, bercerita dan memberikan nasihat. Senyumnya nampak dengan cepat apabila hendak menyampaikan sesuatu. Itu pula yang memperlihatkan kebapaannya. Bahkan saat kami mengunjungi salah satu wisata Rohani di kota Ambon, beliau bercanda dengan luar biasa. Tak menunggu waktu lama, beliau meminta untuk dipotret saat memanjat sebatang pohon di depannya. Wah, Bapa Uskup memang suka bergembira bersama. 

Terima kasih Bapa Uskup, engkau luar biasa! Waktu singkat bersamamu meninggalkan banyak hal berarti. Kiranya menjadi teladan indah untuk saya dan orang lain. 

(Foto 1: Bapa Uskup Timang paling ujung sini https://www.facebook.com/images/emoji.php/v6/f4c/1/16/1f642.png:) Saat mengikuti Acara Orang Muda Katolik seIndonesia [Indonesian Youth Day 2016] di Manado)

In te Domine speravi non confundar in aeternum

Domba yang hilang harus ditemukan kembali

Selasa, Pekan Adven II, Tahun A
Yes. 40:1-11Mzm. 96:1-2,3,10ac,11-12,13Mat. 18:12-14.

Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati (Yes. 40:11).

Masih dalam koridor Adven, Orang Katolik senantiasa mengusahakan pertobatan sejati. Maka pewartaan mengenai kedatangan Allah sungguh semakin kencang diperdengarkan oleh nabi Yesaya. Puncak dari pewartaan ini ialah ditemukannya kesatuan dalam keluarga Allah; tidak boleh ada yang hilang dari keluarga ini, semuanya tetap satu. Hanya pertobatan yang memungkinkan kesatuan dalam keluarga Allah ini.

Di rumah Zakheus Yesus pernah berkata: "Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Luk. 19:10). Bagi Allah, harta paling besar ialah manusia, para pengikutNya. Itu sebabnya Ia rela 'meninggalkan' Sorga, menjadi manusia, untuk mencari dan menemukan semua orang yang diciptakanNya. Zakheus terhitung sebagai pribadi yang hilang dari Allah maka Yesus menemukannya kembali. Zakheus bertobat lalu mengikuti Yesus.


Hari ini, dalam tema yang sama, Yesus bertanya: "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? (Mat. 18:12). Yang tersesat harus dicari, ditemukan, dipapah kembali ke dalam persekutuan. Orang berdosa tidak dibiarkan Allah begitu saja, malah Ia berinisiatif untuk datang dan menemukannya kembali. 

Yesus menggenapi sabdaNya itu karena Ia adalah gembala yang menggembalakan kawanan ternakNya dan menghimpunnya dengan tanganNya; anak-anak domba dipangkuNya, induk-induk domba dituntunNya dengan hati-hati. Demikianlah nubuat nabi Yesaya terpenuhi.

Maka sebagai satu keluarga Allah, seperti domba-domba yang dihimpunNya itu, kita selayaknya tidak tersesatkan atau disesatkan. Ketidaksesatan kita dapat dilawan dengan pertobatan yang kita hidupi. Masa Adven Pekan II kiranya mempertegas niat kita untuk membelokkan diri dari jurang malapetaka dan mengusahakan pribadi yang bersih. 

“Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat” (Mat. 18:13). Begitulah Yesus ketika mendapati kita tidak tersesat. Ia sendiri yang akan menemukan kita kalau kita mau bertobat. Ia dan kita akan bersukacita karena berhasil kembali ke pangkuan Bapa.

In te Domine speravi non confundar in aeternam

Senin, 05 Desember 2016

Dari D berakhir B


D... Dingin maksudku. Rasa itu serasi dengan ukuran temperatur suhu yang ku pasang pada android reot milikku. Angkanya menunjukkan 18-19 derajat celcius. Maklumlah, masih terlalu pagi, pukul 5.30 AM atau setengah 6 pagi; pagi yang dingin di Kota Air, kota yang terletak 600 km di atas permukaan laut.

Setengah jam lebih, aku melamun, sambil duduk menatap jalanan kecil yang saat itu sudah dilalulalangi orang-orang. Katanya hendak ke pasar. Ya...begitulah kebiasaan warga kita bila pagi tiba. Kebiasaan yang diungkap lewat jawaban sederhana, bila pertanyaannya ke mana. Menariknya, itu ungkapan pertama yang ku dengar pagi ini setelah selamat pagi. Ungkapan yang terus diulang, sebelum sebuah angkot berwarna biru mengejutkan lamunan dengan tembang "Kau Ada yang Memiliki" yang dinyanyikan Harvey Malaiholo dan Trie Utami. Ahh... Pasar... kau ada yang memiliki.

Aku pun bergegas hendak membasuh wajah. Tak lupa ku tengok sebentar layar TV. Beritanya tentang potret demokrasi yang lebih banyak menghitung prihatinnya ketimbang kinerjanya. Maklumlah cari makan sekarang lebih gampang daripada mengkritisi. Sindir bunda yang saat itu sedang menyiapkan sarapan pagi. Celotehnya ku sambut dengan gelak tawa, mengejutkan si bapak yang lagi asyik menyulut kretek djisamsoe. Beliau hanya tersenyum kecil, sambil menghirup secangkir kopi panas yang dihidang di meja kecilnya, tanpa berkomentar. Padahal, beliau suka memanas-manasi si bunda dengan candaanya. Belakangan aku baru paham. Giginya si bapak yang paling depan baru tanggal semalam. Bisik bunda sambil menahan tawa setengah mati.

Usai membasuh wajah (termasuk gosok gigi) aku bersiap-siap hendak pulang ke kosan. Katanya, aku harus berangkat pagi biar cepat sampai. Pukul 6.30 AM atau setengah 7, aku pun beranjak, berjalan kaki bersama bunda yang juga hendak menuju pasar, menyusur jalan kecil sepi yang basah karena embun. Kabut tipis masih bertengger di puncak gunung-gunung kecil yang sesekali diceraikan angin, tapi dengan cepat menyatu kembali. Menyenangkan pula indah. Seindah warung kopi yang mulai dibanjiri konsumen.

Sesampainya di pasar, beliau langsung menghantarku menuju terminal bis kota. Jaraknya tak jauh. Kira-kira 200 meter dari titik sentral pasar. Kami pun berpisah. Beliau kembali untuk berbelanja, sedangkan aku menunggu berangkatnya bis kota, ditemani hangatnya diskusi dua orang kondektur dengan pedagang sayur keliling. Topiknya tentang teknik mencari nafkah. Teknik itu diulas dengan sederhana. Mulai dari membiasakan diri untuk menekuni dengan rutin sebuah pekerjaan, menyisihkan sedikit pendapatan agar bisa menopang ekonomi rumah tangga, hingga mengupayakan kerja sampingan lain yang meskipun kecil tapi efektif pendapatannya. Tukar-menukar ide yang terjadi kian menarik. Hingga akhirnya disepakati bahwa lebih baik bekerja daripada 'bertakhta'.

Diskusi kembali alot, ketika menyinggung soal modal untuk buka usaha baru. Situasi mendadak sunyi. Rasanya seperti, mereka sedang berpikir. "Duh, mulai dari mana ini?" Melihat gelagat diam tersebut, seorang pria paruh baya, pemilik kios yang cukup besar, angkat bicara. Katanya, ia hanya punya modal 500 ribu untuk buka usaha kios kecil. Dia mengaku, banyak yang tak percaya. Karena modal sekecil itu, mustahil mendirikan kios. Dikisahkannya, modal itu diperoleh dari beternak bebek. Mulai dari dua ekor, hingga 10 ekor. Awalnya sulit. Namun, perlahan, upayanya membuahkan hasil. Uang yang diperoleh dari menjual telur bebek hingga bebek dewasa dikumpulnya hingga mencapai target. Ia pun mulai membangun. Kios itu akhirnya berdiri di tahun 2010 dan terus dikelolanya hingga menjadi sebuah kios yang cukup besar sekarang. Klimaks!

Tak hanya mereka bertiga yang terdiam. Kami pun ikut-ikutan diam, menyimak kisah si bapak itu. Seperti masih terhipnotis dengan tutur katanya, meskipun beliau sudah mengakhiri ceritanya. Benar-benar bikin beda rasa. Kisahnya dibuka dengan argumentum ad M alias moy dan ditutup dengan argumentum ad U alias uenek (maksudnya enak). Saking nikmatnya, tak heran bila kisah ini berakhir di abjad B.

Bahhh! Aku baru sadar, tusuk gigi telah ku jadikan rokok.

Ngopi dulu baru nyuci baju ;) 


#sibonsai #JeifJeremy 
(Pict: Dewi Kata)

Sekarang Dua Lilin Bernyala

Lilin kedua sudah dinyalakan sejak kemarin. Itu tandanya Masa Adven sudah tiba pada Pekan II dan sementara berlangsung.

Yohanes Pembaptis tampil sebagai pribadi yang mengumumkan pertobatan bagi banyak orang. Ia mempersiapkan kedatangan Sang Putera, baik kelahiranNya sekaligus kedatanganNya di akhir zaman.

Bahwa memang pertobatan itu mesti terjadi dan menyata sepanjang hidup ini. Sebab kita tidak tahu saat mana Tuhan datang atau Hari Tuhan itu tiba.

Kalau Yohanes tampil sambil berteriak memaklumkan pertobatan itu, ia sesungguhnya sudah mengetahui karya Allah atas dunia, yaitu pembebasan sejati atas orang-orang berdosa.

Pebebasan ini hanya bisa terwujud kalau orang mau merendahkan hatinya, mengakui kesalahannya dan memperoleh pengampunan dosa lalu mengikuti Sang Terang yang datang itu.


Dua lilin yang dinyalakan di seluruh gereja itu tidak sekedar dinyalakan, tetapi menandakan kegelapan semakin berkurang karena terang yang menghalaunya. Putera Bapa semakin dekat, dekat ke dunia, dekat di antara kita. Kiranya terang Putera Bapa semakin menerangi hati kita karena pertobatan yang terus-menerus kita lakukan.

Ingat, ini bukan soal hiruk pikuk memeriahkan kedatangan Sang Putera Bapa, petasan kembang api yang memecah kesunyian atau lampu-lampu kedap-kedip di jalanan, melainkan soal memeriksa batin, mengakui dosa dan memperoleh pengampunan. Ini jauh lebih penting dan unggul ketimbang salah kaprah.

In te Domine speravi non confundar in aeternum
(Pict: Dappled Things)

Jumat, 02 Desember 2016

Adven: Percaya, Mengikuti, dan Selamat

Jumat, Pekan Adven I, Tahun A

Nubuat nabi Yesaya

Bukankah hanya sedikit waktu lagi, Libanon akan berubah menjadi kebun buah-buahan, dan kebun buah-buahan itu akan dianggap hutan? Pada waktu itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat. Orang-orang yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam TUHAN, dan orang-orang miskin di antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus, Allah Israel! (Yes. 29:17-19).

Nabi Yesaya menubuatkan keselamatan yang datang dari Allah sesudah penindasan yang dialami bangsa Israel, umat pilihan (Yes. 29:17-18). Untuk itulah orang-orang yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam Tuhan, dan orang-orang miskin di antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus, Allah Israel! (Yes. 29:19). 

Keselamatan yang diberikan Allah melahirkan puji-pujian dalam diri orang-orang yang diselamatkan. Hal ini sejajar dengan yang dilakukan Hana, ibunda Samuel, yang pernah ditutup kandungannya oleh TUHAN (1Sam. 2:1-10). Hana menyanyikan puji-pujian kepada Allah Israel. Nyanyian Hana ini pernah dikatakan sebagai 'contoh' bagi nyanyian Maria, Bunda Yesus (bdk. Luk. 1:45-55). Tetapi nada nyanyian Maria itu jauh lebih pribadi dari pada nada nyanyian Hana. Lagu pujian Hana ini berupa mazmur yang berasal dari zaman para raja. Ia mengungkapkan pengharapan "orang-orang miskin," rendah hati (bdk. Zef. 2:3) dan bagian terakhir melayangkan pandangannya kepada Raja-Mesias. 

Keselamatan yang dikerjakan Allah dan dinubuatkan oleh nabi Yesaya ini akan datang segera. Akan ada satu Raja, yaitu Mesias, orang yang diurapi dan pemberi keselamatan. Dalam pada itu, Israel mesti menunggu, menantikan dan berharap akan Dia yang datang itu. KedatanganNya membawa perubahan paling besar dalam diri tiap-tiap orang yang percaya kepadaNya. 

Yesus menggenapi nubuat nabi Yesaya


Dua orang buta yang matanya dimelekkan oleh Yesus menjadi tanda nyata penyelamatan Allah (Mat. 9:27-31). Pemelekan mata dua orang buta ini didasarkan atas tindakan mengikuti dan iman kepada Yesus (Mat. 9:28). Yesus pun menjamah mata mereka dan mereka memperoleh kesembuhan, yaitu keselamatan, seturut iman mereka kepadaNya (Mat. 9:29). Kedua orang buta itu percaya kepada Yesus maka mereka mengikutiNya. Mereka mengikutiNya karena percaya lalu disembuhkan. Mereka disembuhkan maka mereka memasyhurkan Dia.

Perhatikan... Untuk sampai pada keselamatan (kesembuhan fisik dan batin), orang mesti percaya, mengikuti dan pada akhirnya memuji Yesus (memasyhurkan - pewartaan). Bahasa Kitab Suci agaknya menonjolkan sikap dan bahasa isyarat dari setiap tokoh yang diceritakan. Yesus pun sering kali menekankan hal yang sama sehubungan dengan tindakan, sikap dan bahasa ini. Misalnya saja dalam Mat. 19:16-26, "Orang Muda yang Kaya." Di sana Yesus meminta orang muda itu untuk mengikutiNya setelah menjual segala miliknya dan memberikannya kepada orang miskin (Mat. 19:21). 

Bahwa Allah memperhatikan keselamatan umat pilihan, itu suatu kepastian. Yesus menjadi utusan Bapa, mewartakan pertobatan, menyembuhkan orang sakit, memperhatikan orang kecil, lalu timbul pemujaan dari dalam hati manusia kepada Allah. Kesadaran iman yang dimiliki kedua orang buta tadi kiranya menjadi kesadaran para pengikut Yesus, orang Kristen; percaya kepadaNya, datang kepadaNya, meminta pertolonganNya, mengikutiNya, dan memperoleh keselamatan dariNya. Ini adalah tindakan-tindakan pertobatan. Percaya adalah sikap pertama dalam pertobatan, diikuti oleh tindakan datang, memohon bantuan, dan kemudian mengikuti serta memuji dan mewartakan karya keselamatan itu. Sebab ketika orang Kristen datang kepada Tuhannya, ia membatasi diri untuk tidak berbuat dosa lagi lalu menyambut Tuhannya dan memperoleh keselamatan dari Tuhannya. 

Kiranya di dalam Masa Adven, orang Kristen meniru gaya ini. Beriman kepada Yesus, mengikuti Yesus, memohon pertolongan Yesus, menerima keselamatan dari Yesus dan pada saatnya mewartakan Yesus kepada sekalian orang. Sebab iman selalu mendorong orang Kristen untuk mengikuti Yesus dan memperoleh keselamatan di dalam Dia, lalu pada gilirannya diutus oleh Dia ke tengah-tengah dunia. Sama dengan Masa Adven. Menantikan kedatangan Tuhan dengan bertobat lalu menyambut Dia dalam kemuliaan saat Natal tiba.

In te Domine speravi non confundar in aeternum
(Pict: YouTube)

Kamis, 01 Desember 2016

Ingat, Baru Lilin Pertama yang Dinyalakan!

Mulai Minggu, 27 November 2016, kemarin, Gereja Katolik membuka Masa Kedatangan (Adven) dalam Tahun Liturgi yang baru, yaitu Tahun A. Masa ini ditandai dengan "penantian" selama empat pekan, yang mana pertobatan menjadi ujung tombaknya untuk menantikan kedatangan Sang Juruselamat, Yesus Kristus. Hari Minggu sebelumnya, Gereja Katolik merayakan Hari Raya besar, yaitu Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Hari Raya ini menutup sekaligus membuka Tahun Liturgi Gereja. Gereja Katolik lalu mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Yesus Kristus dalam pesta Natal.

Nah, Masa Kedatangan (Adven) yang diwujudkan dalam penantian panjang itu memiliki tradisi tersendiri di dalam Gereja Katolik. Memang, dalam perayaan liturgis dan penghayatan iman Kristen, Kristus akan datang, Ia akan lahir, Ia akan menyertai semua orang (Emanuel) dan menjadi Raja atas dunia ini, tetapi apakah orang Katolik akan menyambut Sang Raja begitu saja? Tidak! Lalu bagaimana Gereja Katolik menyambut kedatangan Sang Raja itu?

Tidak ada yang spesial seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Gereja Katolik menyadari sepenuhnya dan tahu dengan pasti bahwa Kristus, Sang Raja, telah lahir dua ribu tahun yang lalu. Maka yang dilakukan sekarang dan setiap tahun adalah menantikan dan menyambut kelahiran yang pernah terjadi dua ribu tahun lalu itu. Di sini, aspek 'mengenangkan kembali' kelahiran itu ditonjolkan. Gereja Katolik tidak sekedar mengenangkan kembali, melainkan juga membaharui diri dengan kenangan itu sebagaimana yang dikehendaki Kristus, yaitu berjaga-jaga sambil berdoa (Luk. 21:36). Maka jauh lebih dalam dari pengenangan yang dilakukan Gereja Katolik ini ialah menyambut kedatangan Kristus untuk kedua kalinya pada akhir zaman. 

Ajaran Gereja Katolik mengenai Liturgi Adven (KGK 524): 

Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua. Dengan merayakan kelahiran dan mati syahid sang perintis, Gereja menyatukan diri dengan kerinduannya: "la harus makin besar dan aku harus makin kecil" (Yoh 3:30).

Minggu I dan II dalam masa Adven sebetulnya dikhususkan untuk menghayati kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Penghayatan ini disimbolkan dengan memasang lilin-lilin Adven. Lilin I dipasang pada Minggu I dan lilin II dipasang pada Minggu II. Selama setiap hari dalam minggu-minggu itu, lilin-lilin itu terus dinyalakan dalam Misa-Misa harian. Semantara Minggu III dan IV dikhusukan untuk menghayati kedatangan Kristus yang pertama kalinya, kelahiranNya ke dunia (inkarnasi). 

Apa yang Gereja Katolik lakukan selama empat pekan itu?

Hal utama yang dilakukan ialah mempersiapkan diri, mempertobatkan diri sendiri. Tobat adalah kata kunci selama Masa Adven. Ini adalah penghayatan yang sama dengan masa-masa sebelum dan seputar kelahiran Kristus sedia kala. Demikian Gereja Katolik mengajarkan (KGK 522 & 523):

Kedatangan Putera Allah ke dunia adalah satu kejadian yang sekian dahsyat, sehingga Allah hendak mempersiapkannya selama berabad abad. Semua ritus dan kurban, bentuk dan lambang "perjanjian pertama" (Ibr 9:15) diarahkan-Nya kepada Yesus; Ia memberitahukan kedatangan-Nya melalui mulut para nabi, yang susul-menyusul di Israel. Sementara itu Ia menggerakkan dalam hati kaum kafir satu pengertian yang samar-samar mengenai kedatangan ini.

Yohanes Pembaptis adalah perintis Tuhan yang langsung; ia diutus untuk menyiapkan jalan bagi-Nya. Sebagai "nabi Allah yang mahatinggi" (Luk 1:76) Ia menonjol di antara semua nabi. Ia adalah yang terakhir dari mereka dan sejak itu Kerajaan Allah diberitakan. Ia sudah bersorak gembira dalam rahim ibunya mengenai kedatangan Kristus dan mendapat kegembiraannya sebagai "sahabat mempelai" (Yoh 3:29), yang ia lukiskan sebagai "Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia" (Yoh 1:29). Ia mendahului Yesus "dalam roh dan kuasa Elia" (Luk 1:17) dan memberikan kesaksian untuk Dia melalui khotbahnya, pembaptisan pertobatan, dan akhirnya melalui mati syahidnya.


Ingat, baru lilin pertama yang dinyalakan! Itu tandanya, kita masih harus mengencangkan pertobatan diri dan terus melakukan itu. Berabad-abad lamanya Allah mempersiapkan kedatangan Kristus melalui bangsa Israel dan menghendaki umatNya bertobat. Begitu juga dalam Masa Adven. Bukan hiruk-pikuk dan kemeriahan yang dikehendaki Allah, melainkan ketenangan batin dan perubahan sikap sesuai dengan kehendak Allah. Apa artinya kita berpesta atau beria-ria pada saat sebelum Kristus datang? Tidak ada artinya sama sekali! Kiranya yang paling berarti ialah "berdiam diri" dalam tobat dan sesal yang dalam sebagaimana kelima gadis yang bijaksana menyongsong mempelai laki-laki (Mat. 25:1-13)

In te Domine speravi non confundar in aeternum
(Pict: andreasyogi )

Rabu, 30 November 2016

Kerajaan Sorga seperti Mutiara

Ajaran Yesus:

[Demikian pula] "hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu" (Mat. 13:45-46).
======================


Di zaman Perjanjian Baru (zaman Yesus), mutiara menjadi perhiasan yang terhitung amat berharga, bernilai tinggi, mewah; bahkan dalam perumpamaan itu, seorang pedagang rela menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.

Yesus mengajak para pengikutNya untuk menatap dan memusatkan perhatian pada hal ini, Kerajaan Sorga. Layaknya mutiara indah yang dicari-cari orang (pedagang itu) sampai mengorbankan segala harta benda lain, Kerajaan Sorga pun mesti demikian.

Mencari harta Sorga, melepaskan harta duniawi. Mencari keselamatan, meninggalkan kesesatan. Mencari upah surgawi, membuang upah dosa. Mencari kebahagiaan sejati, mengorbankan diri sendiri. Mencari kebenaran, mematikan kesalahan. Sebab tidak mungkin kita mengabdi pada dua tuan sekaligus.


In te Domine speravi non confundar in aeternum
(Pict: Odyssey)

Senin, 28 November 2016

Adven, Masa Tuhan Memanggilmu

Ajaran Yesus:

"Bukan orang sehat yang memerlukan dokter, melainkan orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang saleh, melainkan orang berdosa" (Mrk. 2:17).
==============

Tidak heran Yesus memilih para pendosa menjadi murid-muridNya supaya bertobat dan diselamatkan. Ini karena setiap orang berharga bagi Tuhan.

Meskipun sisi gelap terlihat lebih besar pada seseorang, namun Tuhan memilih sisi terang yang mungkin sangat-sangat kecil padanya. Pilihan Tuhan ini menyempurnakan orang itu, menimbulkan motivasi besar dalam dirinya untuk bertobat.

ADVEN, adalah masa untuk memeriksa diri kita, melihat sisi terang yang kecil dan gelap yang besar itu, dan mengambil langkah untuk bertobat lalu menjadi murid Kristus yang sejati. NATAL, adalah kesempatan untuk menerima Kristus yang lahir dalam keadaan bersih.

In te Domine speravi non confundar in aeternum