Ini adalah salah satu peristiwa yang
terjadi pada Yesus ketika Petrus, Yakobus, dan Yohanes bersama-Nya di atas
gunung (mungkin gunung Tabor di Nazareth) melihat-Nya diliputi cahaya kemuliaan
dan berada bersama Musa dan Elia (Mat. 17:1-9; Mrk. 9:2-10; Luk. 9:28-36; 2Ptr.
1:16-19). Sebagai wakil hukum dan nabi-nabi, Musa dan Elia sudah melihat
kemuliaan Allah (Kel. 24:12-18; 33:7-23; 34:29-35; 1Raj. 19:1-18). Dalam mistisisme
Timur “cahaya Tabor” mempunyai arti sama dengan pengalaman akan Allah yang
paling dalam, yang seutuhnya mengubah diri kita sesudah pendakian gunung yang
berat (askese kita). Namun, yang paling penting bukanlah usaha yang mau tidak
mau harus dilakukan, melainkan kemuliaan yang semakin besar yang menjadi titik
kita kalau kita membiarkan Allah mengubah diri kita (2Kor. 3:18) [Gerald
O’Collins, SJ & Edward G. Farrugia, SJ].
Beberapa tahun sesudah Yesus naik ke
sorga, Petrus, Sang Batu Karang, yang menjadi bagian dari Peristiwa
transfigurasi ini, memberi kesaksian demikian: “Kami menyaksikan, bagaimana Ia
menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepadaNya
suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: Inilah Anak yang Kukasihi,
kepadaNyalah Aku berkenan. Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami
bersama-sama Dia di atas gunung yang kudus” (2Ptr. 1:17-18).
Catatan para penginjil (Matius, Markus,
Lukas) dan kesaksian rasul Petrus menambah wawasan orang-orang Kristen awal,
menguatkan hati mereka supaya teguh berdiri di tengah badai kesenangan duniawi.
Bagaimana tidak, sebelum naik ke gunung Tabor, Yesus memberitahukan kepada para
rasul tentang masa depanNya yang suram; bahwa Ia harus menanggung banyak
penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat,
lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari (Mrk. 98:31). Namun, sesudah
peristiwa transfigurasi ini, ketika turun dari gunung itu, ketiga rasul itu menjadi
bingung dan bertanya-tanya tentang pesan Yesus kepada mereka, yaitu supaya
tidak menceritakan peristiwa itu kepada seorangpun, sebelum Anak Manusia
bangkit dari antara orang mati. Maka mereka mempersoalkan: “apa yang dimaksud
dengan bangkit dari antara orang mati.” Rupa-rupanya, kebangkitan Yesus kelak memiliki
hubungan yang istimewa dengan peristiwa transfigurasi. Peristiwa ini lalu
dirahasiakan dan menjadi suatu kenangan manis untuk ketiga rasul itu.
Peristiwa ini menurut Matius, memperlihatkan
Yesus sebagai Musa baru (bdk. Mat. 17:1 dst), sedangkan Lukas menonjilkannya
sebagai persiapan untuk penderitaan Yesus (bdk. Luk. 9:28 dst). Tetapi Markus
terutama mengartikan peristiwa ini sebagai penyataan Mesias yang mulia,
walaupun Mesias masih tersembunyi. Pengertian ini sesuai dengan pandangan
Markus dalam seluruh injilnya. Meskipun hanya berlangsung sebentar, peristiwa
ini menyatakan siapa sesungguhnya Yesus yang untuk sementara waktu perlu
mengalami perendahan “Hamba Tuhan” yang menderita. Tidak lama lagi
sepenuh-penuhnya dan untuk selama-lamanya akan dinyatakan siapa Yesus (Kitab Suci Katolik). Minimal, bagi seorang Petrus, pernyataan Yang Mahamulia
kepada Yesus sungguh-sungguh terbukti; bahwa Yesuslah Musa dan Elia yang baru,
yang sesudah kebangkitanNya naik ke sorga. Ingat, kebangkitan Yesus menambah
dalam diri para rasul, menguatkan iman mereka kepada Yesus bahwa Dialah Tuhan,
Anak yang dikasihi Bapa, yang kepadaNya Bapa berkenan.
Dan memang benar, peristiwa transfigurasi
ini memiliki posisi dan hubungan yang khas dengan penderitaan, kematian dan
kebangkitan Yesus. Peristiwa ini menguatkan para rasul untuk teguh memandang
Yesus saat penderitaan itu tiba, tetapi sekaligus mengokohkan iman mereka tatkala
memandang Yesus yang tersalibkan. Sementara, kebangkitan menyempurnakan
pengalaman mereka denganNya supaya mereka dengan bebas dan berani mewartakanNya
ke seluruh dunia. “Engkau dimuliakan di atas
gunung, dan sejauh mereka mampu untuk itu, murid murid-Mu memandang
kemuliaan-Mu, Kristus Allah, supaya apabila memandang Engkau yang tersalib, mereka
mengerti bahwa kesengsaraan-Mu adalah sukarela, dan dengan demikian mereka
menyampaikan kepada dunia bahwa Engkau sesungguhnya cahaya Bapa” (Liturgi Bisantin,
Kontakion pada pesta “Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya”).
† Pax Domini, sit semper vobiscum †
Tidak ada komentar:
Posting Komentar